Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Penuntut Umum menyatakan perbuatan Gubernur Sulawesi Tenggara non aktif Nur Alam terkait persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi kepada PT Billy Indonesia yang meminjam nama PT Anugerah Harisma Barakah (AHB) termasuk tindak pidana korupsi.
Nur Alam dalam eksepsinya berkukuh bahwa perbuatannya itu bukan tindak pidana korupsi melainkan tindak pidana umum.
Tim kuasa hukumnya menyebutkan, tindak pidana tentang pertambangan telah diatur dalam Pasal 165 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara Jaksa menilai, persetujuan IUP diberikan karena sudah ada niat jahat dari Nur Alam untuk menguntungkan dirinya sendiri, orang lain, dan korporasi.
“Konsep hukum pidana mensyaratkan ada niat pelaku melakukan kejahatan. Dalam hal ini telah ada niat dan perbuatan untuk menguntungkan terdakwa, orang lain, dan korporasi,” ujar jaksa Afni Carolina saat membacakan tanggapan atas eksepsi Nur Alam di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (4/12).
Jaksa Afni mengatakan, dalam surat dakwaan telah menguraikan secara jelas bahwa persetujuan IUP kepada PT AHB bertentangan dengan ketentuan pertambangan dan kehutanan.
Persetujuan dari Nur Alam juga disebut dilakukan melalui kerja sama tanpa melalui proses lelang.
“Pada surat dakwaan jelas perbuatan itu melawan hukum dengan terwujudnya kerja sama yang erat dalam menerbitkan izin pertambangam terhadap PT AHB,” katanya.
Persetujuan ini, lanjut jaksa, dilakukan bersama-sama dengan pejabat ESDM Sultra Burhanudin dan Direktur PT Billy Widi Aswindi dengan membuat surat atas nama PT AHB.
Surat tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan SK Gubernur atas persetujuan wilayah pertambangan yang diterbitkan pada tahun 2008, sehingga seolah-olah PT AHB benar mengajukan permohonan dan mendapatkan pencadangan wilayah.
Di sisi lain, perbuatan Nur Alam juga terbukti menimbulkan kerugian alam berupa kerusakan tanah dan berkurangnya ekologi tata lingkungan.
“Maka dalil terdakwa dan penasihat hukum harus dinyatakan ditolak karena pengadilan tipikor berwenang mengadili terdakwa Nur Alam,” ucap jaksa Afni.
Nur Alam didakwa korupsi sebesar Rp2,7 miliar terkait pemberian persetujuan IUP kepada PT AHB. Selain memperkaya diri sendiri, jaksa juga mendakwa Nur Alam memperkaya PT Billy sebesar Rp1,59 triliun. Selain korupsi, Nur Alam juga didakwa menerima gratifikasi sebesar US$4,49 juta atau setara dengan Rp40,268 miliar.
(wis)