Kuasa Hukum Persilakan KPK Gagalkan Praperadilan Setnov

Feri Agus | CNN Indonesia
Rabu, 06 Des 2017 14:41 WIB
Upaya KPK untuk segera melimpahkan berkas penyidikan kasus e-KTP dengan tersangka Ketua DPR Setya Novanto dipersilakan oleh tim kuasa hukum.
Ketua DPR Setya Novanto usai menandatangani berkas penyidikan kasus korupsi e-KTP yang telah lengkap alias P21 dan dilimpahkan ke penuntutan, di gedung KPK. (Foto: CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengacara Ketua DPR Setya Novanto alias Setnov, Otto Hasibuan, mempersilakan jika KPK ingin menggagalkan praperadilan Novanto dengan buru-buru melimpahkan berkasnya ke pengadilan. Namun, saat ini tahapannya baru penyelesaian berkas penyidikan kasus e-KTP atau P21, dan belum ada pelimpahan berkas ke pengadilan.

"Saya kira ini kan KPK berhak kalau mau melimpahkan. Memang nanti ada persoalan-persoalan hukum yang akan timbul, tapi itu kan nanti di pengadilan. Jadi kalau sekarang kita mau menggagalkan (praperadilan), bagaimana cara menggagalkan itu? Itu kan hak KPK. Kalau sudah dilimpahkan ke pengadilan dan sudah dibacakan dakwaan, menurut pengalaman, (praperadilan) itu dianggap gugur. Tapi tergantung putusan hakimnya," jelas dia, di gedung KPK, Jakarta, Rabu (6/12).

Otto mengaku siap bila Setya Novanto segera diadili. Meskipun, keterangan sejumlah saksi dan ahli meringankan yang diajukan Novanto tidak diakomodasi penyidik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal ini dikatakan terkait dengan berkas penyidikan Setnov yang dinyatakan lengkap, sementara keterangan sejumlah saksi dan ahli meringankan yang diajukan Setya Novanto belum dimasukkan.

Kuasa hukum Setnov lainnya, Fredrich Yunadi menjelaskan, masih ada sembilan saksi dan ahli meringankan yang belum diperiksa. Padahal, pemeriksaan adalah hak dari saksi. Soal adanya saksi dan ahli yang belum memenuhi panggilan, itu lantaran kesibukan profesinya. Ia meminta toleransi waktu kepada KPK.

"Kita mau bicara pada penyidik kenapa bisa dinyatakan lengkap padahal ada saksi-saksi yang belum dinyatakan diperiksa? Itu adalah hak tersangka dari Pasal 65 (KUHAP) dan penyidik harus sadar, kan mereka terikat dalam UU No. 20 Tahun 2002 tentang KPK di mana Pasal 28 kan (menyebutkan bahwa) segala sesuatu di KUHAP itu berlaku bagi mereka," urainya, seperti dikutip dari Antara.

Bagi dia, strategi cepat penyelesaian berkas itu akibat KPK takut menghadapi praperadilan. Namun, ia tetap yakin praperadilan akan bisa digelar.

"Karena mereka (KPK) takut aja. Mereka kebakaran jenggot. Kenapa mereka ketakutan seperti itu? Dari sini kan kita bisa lihat, mereka lakukan segala cara segala upaya untuk menghindari praperadilan," ujar Fredrich.

Praperadilan yang dijadwalkan berlangsung pada Kamis (7/12) itu dimohonkan Novanto akibat penetapannya sebagai tersangka kasus e-KTP untuk yang kedua kalinya. Penetapannya sebagai tersangka untuk yang pertama digagalkan praperadilan terdahulu. Praperadilan itu secara otomatis gugur ketika berkas perkara sudah dibawa ke pengadilan.

Diketahui, saksi-saksi meringankan yang diajukan pihak Setnov antara lain Plt. Ketua Umum Partai Golkar Idrus Marham, Bendahara Umum Partai Golkar Robert Kardinal, Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Maman Abdurrahman, Ketua Bidang Hukum Partai Golkar Rudi Alfonso, Anggota DPR dari F-Golkar sekaligus Ketua Pansus Hak Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa, dan Plt. Sekjen Partai Golkar Aziz Syamsuddin, Ketua DPD I Partai Golkar NTT Melky Laka Lena, politikus Partai Golkar Erwin Siregar, dan anngota Partai Golkar Anwar Puegeno.

Selain itu, ada saksi ahli yang diajukan pihak Novanto. Yakni, ahli hukum pidana Romli Atmasasmita, ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Mudzakir, dua ahli hukum Samsul Bakri, ahli hukum Supandji, dan pakar hukum tata negara Margarito Kamis.

Dua saksi yang diajukan tidak dipanggil lagi karena pernah diperiksa KPK dalam kasus e-KTP itu. Yakni, Agun dan Rudi.

Kuasa Hukum Setnov lainnya, Maqdir Ismail, mengaku belum mengetahui waktu pelimpahan berkas perkara kliennya ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Dia hanya menyebut pihaknya akan menunggu informasi selanjutnya dari KPK terkait pelimpahan ke pengadilan itu.

"Kami belum tahu kapan berkas dilimpahkan ke pengadilan. Jadi itu yang kami tunggu sekarang," ujarnya. (arh/djm)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER