Banyak Warga Jawa Timur Tolak Vaksin Difteri

CNNIndonesia.com | CNN Indonesia
Kamis, 07 Des 2017 18:49 WIB
Lantaran dipandang mengandung babi, vaksin difteri banyak ditolak warga Jawa Timur. Sosialisasi pemerintah dibutuhkan.
Ilustrasi vaksinasi. Pemberian vaksin difteri terkendala oleh stigma masyarakat bahwa vaksin mengandung babi. Padahal, itu tidak benar. (Foto: CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia -- Penanggulangan penyakit difteri mendapat hambatan akibat keterbatasan pengetahuan warga. Warga Jawa Timur, khususnya yang berada di kawasan Tapal Kuda, masih menganggap semua jenis pemberian vaksin atau imunisasi adalah haram karena mengandung babi.

Dokter Spesialis Anak dari RSUD dr Soetomo, Surabaya, Agus Hariyanto, menyebut, pencegahan difteri pada dasarnya dapat dilakukan dengan vaksinasi. Program Pemerintah itupun sudah dilakukan secara rutin dan murah. Sayangnya, banyak kalangan antipati vaksinasi dengan berbagai alasan.


"Di Jatim kenapa (angka difteri) masih tinggi? Karena banyak yang tidak mau divaksinasi. Ada yang bilang mengandung babi. Itu tidak betul. Tapal Kuda tidak mau vaksinasi, padahal kalau mau ke luar negeri diminta untuk memperlihatkan kartu vaksinasi. Oleh karena itu sebaiknya kartu vaksinasi dimiliki anak Indonesia" ucapnya, di Surabaya, Kamis (7/12).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Wilayah yang dikenal dengan sebutan Tapal Kuda di Jawa Timur itu berada di kawasan selatan yang meliputi Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, Jember, Situbondo, Bondowoso, dan Banyuwangi.

Agus menyebut, pada prinsipnya lebih baik melakukan pencegahan dari pada terserang difteri. Sebab, pengobatan membutuhkan biaya yang tidak sedikit, baik itu untuk obat maupun perawatan di ruang isolasi.


"Justru yang penting pencegahan pada masyarakat, diimbau masyarakat melakukan vaksinasi, tapi maaf ya ada saudara-saudara kita yang tidak mau, malah anti vaksinasi. Di puskesmas gratis, murah, Februari sama Agustus ada BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah)," ujar Agus.

Pemerintah, melalui Dinas Kesehatan, lanjutnya, mestinya gencar melakukukan sosialisasi pentingnya vaksinasi. Bila perlu, itu dilakukan hingga lingkup sekolah. Jika terdapat anak yang tidak punya kartu vaksinasi, maka itu wajib dirujuk ke Puskemas untuk dilakukan vaksin.

"Kita imbau semua anak-anak yang masuk sekolah punya kartu vaksinasi, kalau tidak punya maka harus dirujuk ke puskesmas untuk dapatkan vaksinasi sehingga penyakit difteri tidak terjangkit di Indonesia. Sebenarnya bisa di nol kan asal masyarakat bersedia lakukan vaksinasi," tuturnya.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Direktur Penunjang Layanan Medik RSUD dr Soetomo, Hendrian D Soebagio , mengatakan, saat ini pihaknya merawat tiga pasien difteri. Mereka, kata dia, masih mendapatkan perawatan dan belum diperbolehkan pulang meski kondisinya mulai membaik.

"Tadi malam baru datang pasien lagi. Sebelumnya dua, ketambahan satu, jadi tiga pasien. Jika kita lihat jumlahnya tempat tidur, rata-rata jumlahnya biasa ya. Kondisi pasien relatif ya, sudah membaik," ungkap Hendrian.


Hendrian mengatakan selama setahun terakhir, pihaknya merawat sebanyak 61 pasien. Angka ini relatif sama dengan kasus difteri tahun lalu yang ditangani pihaknya, yakni mencapai 65 kasus.

RSUD dr Soetomo, lanjut dia, sejauh ini sudah menyiapkan sebanyak enam kamar isolasi yang dilengkapi respirator dan obat-obatan. Ruang khusus itu sebelumnya digunakan untuk menangani pasien suspek flu burung, flu babi, dan penderita penyakit menular lainnya. Selain itu, pihaknya menyiagakan tim medis khusus.

"Kita sudah siapkan ruangannya, memang RSU dr Soetomo mempunyai ruangan khusus untuk penyakit menular seperti ini, kita juga punya ahli khusus, sehingga pasien dapat mendapatkan penanganan memadai," tutur Hendrian. (dik/arh)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER