Jakarta, CNN Indonesia -- Mahkamah Konstitusi (MK) menyebut ada kemungkinan pergantian jabatan ketua MK pada April 2018 mendatang. Ketua MK saat ini Arief Hidayat disebut masih bisa dipilih sebagai Ketua MK periode 2018-2023.
Juru bicara MK Fajar Laksono mengatakan, kemungkinan pergantian Ketua MK tersebut dikarenakan masa jabatan Arief Hidayat sebagai hakim konstitusi akan berakhir per 1 April 2018.
Fajar menyebut hal tersebut tidak terkait dengan perpanjangan masa jabatan Arief sebagai hakim konstitusi periode 2018-2023, oleh DPR.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sesuai dengan UU MK, sesuai dengan konvensi dan kebiasaan maka akan ada jeda ketika hakim konstitusi itu selesai masa jabatannya sebagai hakim konstitusi serta merta juga selesai ketuanya, nah biasanya akan dipilih ketua baru," kata Fajar di Gedung MK, Kamis (7/12).
Fajar menuturkan kemungkinan untuk Arief Hidayat menjabat lagi sebagai Ketua MK masih terbuka.
Namun, kata Fajar, yang menjadi persoalan apakah masa jabatan Arief sebagai ketua MK sejak Juli 2017 hingga April 2018 itu akan dihitung satu periode atau tidak.
Sebab jika dihitung sejak Juli hingga Desember, maka Arief baru menjabat sebagai Ketua MK di periode keduanya selama lima bulan. Periode itu belum setengah dari masa jabatan Ketua MK yaitu dua tahun enam bulan, periode pertama Arief Hidayat menjabat menggantikan Hamdan Zoelva.
"Untuk periode kedua apakah itu dihitung sebagai periode kedua, kalau dihitung berarti beliau tidak bisa dipilih kembali menjadi ketua karena sudah dua kali, tapi kalau tidak dihitung karena mengingat baru beberapa bulan itu masih bisa untuk dipilih kembali, jadi diskusinya itu," tutur Fajar.
Fajar menyampaikan pemilihan Ketua MK baru itu bisa langsung dilakukan setelah Arief Hidayat kembali mengucapkan sumpah sebagai hakim konstitusi di hadapan presiden.
"Biasanya kan pagi (mengucap sumpah) kemudian siangnya langsung menggelar rph (rapat permusyawaratan hakim) untuk memilih ketua yang baru," ujar Fajar.
Menurut Fajar, kasus serupa pernah terjadi saat Akil Mochtar habis masa jabatannya sebagai hakim konstitusi saat menjabat sebagai Ketua MK.
Saat itu, lanjut Fajar, seluruh hakim konstitusi bersepakat untuk memilih Akil kembali menjadi ketua MK.
Fajar berpendapat pemilihan ketua MK sebenarnya menjadi hal yang biasa di internal MK. Ia pun mengibaratkan pemilihan ketua MK seperti sebuah pemilihan ketua kelas di sekolah.
"Jadi tidak ada unsur politis yang menonjol, tidak ada konstelasi, tidak ada itu, hanya soal bagaimana disepakati saja siapa yang merepresentasikan lembaga ini keluar," kata Fajar.
Panggil Anggota Komisi IIISementara itu, Dewan Etik Mahkamah Konstitusi berencana akan memanggil anggota Komisi III DPR pada Kamis depan (14/12) untuk mendengarkan klarifikasi atau pernyataan dari pihak mereka terkait pertemuan yang dilakukan dengan Ketua MK Arief Hidayat.
"Kamis minggu depan kami bertemu dengan beberapa anggota DPR," kata anggota Dewan Etik MK, Salahuddin Wahid lewat pesan singkat kepada wartawan, Kamis (7/12).
Salahuddin atau yang akrab disapa Gus Solah tak merinci siapa saja anggota Komisi III DPR yang akan dipanggil Dewan Etik.
Selain memanggil anggota komisi III DPR, Dewan Etik MK juga akan bertemu dengan sejumlah LSM yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Peduli Mahkamah Konstitusi.
Mereka adalah LSM yang melaporkan Ketua Hakim MK Arief Hidayat ke Dewan Etik MK.
Usai bertemu LSM dan mendengarkan klarifikasi dari Komisi III, Dewan Etik akan segera mengambil keputusan apakah Ketua MK Arief Hidayat terbukti melanggar kode etik atau tidak.
"Setelah itu kami mengambil keputusan," ucap Gus Solah.
Arief Hidayat telah memberikan klarifikasi kepada Dewan Etik MK terkait dengan pemberitaan di media massa yang menyebut dirinya melakukan lobi dengan Komisi III untuk memperpanjang masa jabatannya sebagai hakim konstitusi.
(wis/djm)