'Jalan Terjal' Setnov Hadapi KPK di Kasus e-KTP

Muhammad Andika Putra | CNN Indonesia
Senin, 11 Des 2017 08:47 WIB
Di tengah praperadilan dan proses hukum kasus e-KTP, Setnov mendapat berbagai pukulan. Salah satunya pengunduran diri dua pengacaranya secara tiba-tiba.
Di tengah praperadilan dan proses hukum kasus e-KTP, Setnov mendapat berbagai pukulan. Salah satunya pengunduran diri dua pengacaranya secara tiba-tiba. (CNN Indonesia/Andry Novelino).
Jakarta, CNN Indonesia -- Perjalanan Setnov di praperadilan kali ini tampaknya bakal lebih terjal dari sebelumnya. Pada episode pertama melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), praperadilan menjadi 'jalan keluar' Setnov menuju kebebasan beberapa bulan lalu.

Praperadilan pertama dan kedua memang punya situasi berbeda. Pada praperadilan kedua ini, Ketua DPR bernama lengkap Setya Novanto itu dihadapkan pada kenyataan, bahwa KPK telah melengkapi dan melimpahkan berkas perkara dugaan korupsi e-KTP. Sidang perdana pokok perkara tersebut pun akan digelar dalam waktu dekat.

Artinya praperadilan akan gugur saat sidang perdana pokok perkara dimulai, sebagaimana diatur dalam Pasal 82 huruf d Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang diubah pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 102/PUU-XIII/2015.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengadilan Tipikor menjadwalkan sidang dengan terdakwa Setnov akan digelar pada Rabu (13/12) mendatang. Sidang itu akan dipimpin Ketua Pengadilan Tipikor Yanto bersama empat hakim anggota yang sama di sidang perkara e-KTP sebelumnya, yakni Franky Tambuwun, Emilia, Anwar, dan Ansyori. Otomatis praperadilan akan gugur bila belum ada putusan sampai hari sidang pertama pokok perkara digelar.

Hampir tidak mungkin sidang praperadilan selesai sebelum Rabu (13/12) karena masih ada agenda sidang yang belum terlaksana. Senin (11/12) tim kuasa hukum Setnov dijadwalkan menghadirkan ahli, kemudian Selasa (12/12) dan Rabu (13/12) KPK dijadwalkan menghadirkan ahli. Dengan begitu putusan baru bisa dibacakan pada Kamis (14/12) atau Jumat (15/12).

Sadar akan kemungkinan praperadilan gugur, Hakim Tunggal Kusno sudah menyarankan tim kuasa hukum Setnov untuk mencabut praperadilan kliennya. Menurutnya pelimpahan berkas dan jadwal sidang Pengadilan Tipikor harus dipertimbangkan.

"Satu-satunya jalan ini kalau mau dihentikan bukan penetapan pengadilan, tapi insiatif dari pemohon untuk cabut pengajuan dan harus ada persetujuan termohon. Saya hanya sampaikan, kalau tidak dipenuhi tidak ada masalah. Ini bisa dipertimbangkan sampai hari Senin (11/12) mendatang," kata Kusno saat sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (8/12) lalu.

Ahli hukum dari Universitas Soedirman Hibnu Nugroho menilai saran Kusno adalah yang paling tepat. Menurutnya praperadilan tidak bermanfaat sama sekali bila akhirnya sia-sia.

"Kalau sidang di Pengadilan Tipikor berjalan sesuai jadwal, memang itu yang akan terjadi. Hakim Kusno sudah menyampaikan saran yang betul," kata Hibnu saat dihubungi CNNIndonesia.com, Minggu (10/12) malam.

Situasi tersebut menjadi semacam pukulan untuk Setnov. Mau tak mau, Ketua nonaktif Partai Golkar tersebut harus menerima bila praperadilan gugur dan siap menyandang status terdakwa saat dakwaan dibacakan saat pengadilan pokok perkara berlangsung.

Ketika dihadapkan pada kenyataan di tengah praperadilan itu, Setnov mendapat pukulan lain. Dua kuasa hukum Setnov, Otto Hasibuan dan Fredrich Yunadi mengundurkan diri secara bersamaan.

Otto memilih mundur karena tak menemukan kesepakatan dan kesepahaman dengan Setnov dalam menghadapi kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP. Sedangkan Fredrich memilih mundur lantaran ada Maqdir Ismail yang masuk belakangan dalam tim kuasa hukum Setnov. Menurutnya, tak mungkin ada dua kapten dalam satu kapal.

Maqdir Ismail kecewa dengan langkah yang diambil Otto dan Fredrich karena mereka sudah lebih dulu menangani perkara Setnov. Namun ia mengaku siap menghadapi sidang perdana yang tinggal dua hari lagi.
'Jalan Terjal' Setnov Hadapi Proses Hukum e-KTPSetnov menghadapi jalan yang 'terjal' dalam proses hukum e-KTP kali ini. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A).
Bila pun Maqdir mundur, kata Hibnu, pengadilan tetap berlanjut karena hakim bisa menunjuk advokat untuk mendampingi terdakwa. Aturan itu dijelaskan pada Pasal 56 ayat (1) KUHAP.

"Jadi tidak ada alasan untuk tidak datang pengadilan agar praperadilan jalan terus. Saya kira Pak Maqdir akan datang mendampingi Setnov," kata Hibnu.

Pukulan Ketiga

Bila melihat rekam jejak Setnov, masih ada kemungkinan lain yang bisa menyebabkan sidang perdana pokok perkara pada Rabu (13/12) ditunda. Sakit bisa menjadi alasan Setnov tidak hadir persidangan. Seperti saat pertama kali ditetapkan tersangka oleh KPK, Setnov tak pernah hadir karena dirawat di rumah sakit.

Kemudian, saat ditetapkan tersangka kedua kali dan dicari KPK, Setnov mengalami kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan itu membuat Setnov dirawat di rumah sakit beberapa hari. Bahkan Setnov sempat mengaku masih belum sehat sepenuhnya saat ditahan KPK.

Bila terdakwa mengidap sakit ringan, kata Hibnu, sangat mungkin hakim meminta terdakwa untuk hadir dan sidang tetap berlasung. Mendengarkan dakwaan yang dibacakan bukan hal yang sulit bagi terdakwa.

Hibnu menilai beralasan sakit untuk tidak hadir persidangan bukan perkara mudah. Hakim tak akan percaya begitu saja dan akan memeriksa kebenaran alasan sakit.

"Kalau sakit sampai tidak bisa hadir, hakim akan minta keterangan dari dokter. Harus ada alasan konkret yang bisa membuktikan bahwa terdakwa benar-benar sakit," kata Hibnu.

Karena itu, ketegasan hakim yang menangani perkara dugaan korupsi e-KTP menjadi hal penting bila Setnov beralasan sakit jelang sidang perdana. Sebab, ketegasan hakim bisa menjadi pukulan ketiga untuk Setnov agar kegaduhan kasus dugaan korupsi e-KTP selesai. (osc/djm)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER