Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono menyebut ada praktik pemerasan dari pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) demi memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Menurutnya, terdapat sejumlah pegawai BPK yang meminta jatah uang sebesar satu persen dari nilai masing-masing proyek di Ditjen Hubla.
Hal itu diungkapkan Tonny saat memberikan keterangan sebagai saksi bagi terdakwa Komisaris PT Adhiguna Keruktama Adi Putra Kurniawan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (18/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Waktu itu saya minta jangan dilayani (permintaan uangnya) karena bukan kelaziman,” ujar Tonny saat memberikan keterangan.
Tonny mengetahui dugaan pemerasan itu dari anak buahnya, Agus Widoyoko, yang meminta uang pada sejumlah kontraktor untuk diberikan kepada pegawai BPK. Agus saat itu mendatangi ruangannya dan menceritakan hal tersebut.
Tonny juga mendapat laporan langsung dari para kontraktor yang diminta uang yakni Yance dari PT Dumas dan Abi dari PT Citra Shipyard.
“Mereka cerita ke saya soal permintaan jatah satu persen itu,” katanya.
Namun Tonny mengaku tak tahu persis kelanjutan dugaan pemberian uang pada pegawai BPK tersebut. Adapun pegawai BPK yang melakukan audit laporan keuangan saat itu adalah Yudi Bawono, Yasrul, Agung Firman Sampurna.
Nama-nama tersebut ada dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Adi Putra Kurniawan.
Dalam perkara ini, Adi Putra didakwa menyuap Tonny sebesar Rp2,3 miliar. Suap itu diberikan melalui kartu ATM terkait pengerjaan pengerukan empat pelabuhan di sejumlah daerah.
Selain digunakan untuk kegiatan sosial, Tonny mengklaim, uang itu dibagi-bagikan kepada keluarga dan sejumlah stafnya di Ditjen Hubla. Uang dari Adi Putra diterima secara bertahap sejak 2016 hingga pertengahan 2017.
(djm)