Setnov Persoalkan Beda Waktu dan Tempat Perkara dalam Dakwaan

Priska Sari Pratiwi | CNN Indonesia
Rabu, 20 Des 2017 16:14 WIB
Kuasa hukum terdakwa korupsi e-KTP Setya Novanto mempersoalkan waktu (tempus delicti) dan tempat (locus delicti) kejadian perkara yang didakwakan jaksa.
Kuasa hukum terdakwa korupsi e-KTP Setya Novanto mempersoalkan waktu dan tempat kejadian perkara yang didakwakan jaksa. (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kuasa hukum terdakwa korupsi e-KTP Setya Novanto mempersoalkan waktu (tempus delicti) dan tempat (locus delicti) kejadian perkara yang didakwakan jaksa penuntut umum kepada Setnov.

Dalam surat dakwaan, tim kuasa hukum menemukan waktu dan tempat yang berbeda antara Setnov dengan terdakwa e-KTP lainnya yakni Irman dan Sugiharto serta Andi Agustinus alias Andi Narogong. Padahal dalam surat dakwaan, ketiganya didakwa melakukan korupsi bersama-sama.

“Seharusnya pada tindak pidana yang dilakukan bersama-sama, baik tempus, locus, maupun uraian materiil harus sama persis di antara para pelaku yang didakwa,” ujar kuasa hukum Setnov, Firman Wijaya saat membacakan surat eksepsi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (20/12).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Firman lantas membandingkan isi surat dakwaan ketiga terdakwa. Pada dakwaan Irman dan Sugiharto serta Andi Agustinus waktu kejadian perkara dicantumkan antara November 2009 sampai Mei 2015. Sementara pada dakwaan Setnov antara November 2009 sampai Desember 2013.

Sementara pada perbedaan tempat, dalam dakwaan Setnov tindak pidana dilakukan di Gedung DPR, Hotel Gran Melia, rumah di Jalan Wijaya, Equity Tower, Kantor Ditjen Dukcapil di Kalibata, Graha Mas Fatmawati, dan Hotel Sultan.

Kemudian dalam dakwaan Irman dan Sugiharto, tindak pidana hanya terjadi di Kantor Ditjen Dukcapil Kalibata, Graha Mas Fatmawati, dan Hotel Sultan. Kemudian dalam dakwaan Andi tindak pidana dilakukan di Kantor Ditjen Dukcapil Kalibata, Graha Mas Fatmawati, Hotel Sultan, Hotel Gran Melia, dan Gedung DPR.

"Dalam surat dakwaan baik tempus maupun locus serta uraian perbuatan materiil sangat jauh berbeda seolah ini bukan perkara splitsing (tindak pidana yang dipecah dari berkas perkara terdakwa sebelumnya)," kata Firman.

Atas perbedaan tersebut, tim kuasa hukum menilai surat dakwaan tidak cermat dan tidak sesuai dengan ketentuan pasal 143 ayat 2 KUHAP tentang ketentuan surat dakwaan.

(gil)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER