Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, kerugian negara dalam dugaan korupsi proyek e-KTP tetap sama, yakni Rp 2,3 triliun, meski ada sejumlah perbedaan dalam dakwaan terhadap Setya Novanto dengan terdakwa sebelumnya seperti Irman, Sugiharto, dan Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Perbedaan kerugian negara itu menjadi salah satu yang dipermasalahkan pihak Setnov dalam sidang eksepsi atau keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum.
Juru bicara KPK, Febri Dianysah mengatakan, dakwaan kepada Setnov tentu berbeda dengan dakwaan untuk Irman, Sugiharto, dan Andi Narogong.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dakwaan yang digunakan untuk terdakwa SN tentulah dakwaan SN. Karena itulah yang akan dibuktikan nantinya," ujar Febri dalam keterangan tertulisnya, Rabu (20/12).
Febri mengatakan, dakwaan Setnov, Irman, Sugiharto, dan Andi berbeda karena perbuatan pidana dalam kasus dugaan korupsi e-KTP ini juga berbeda. Namun, secara keseluruhan, kerugian negara atas kasus ini tetap sama, yakni Rp2,3 triliun.
"Perbuatan Irman, Sugiharto, dan Andi Agustinus berbeda dengan perbuatan SN.
Namun secara umum kontruksi dakwaan, tetap sama kerugian negara Rp2.3 triliun," kata Febri.
Sebelumnya, kuasa hukum terdakwa korupsi Setya Novanto menyatakan ada kerugian keuangan negara yang jumlahnya berbeda dalam perkara e-KTP. Dari hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian keuangan negara akibat korupsi e-KTP sebesar Rp2,3 triliun.
Sementara dari hasil perhitungan tim kuasa hukum berdasarkan dakwaan Setnov, kerugian keuangan negara mencapai Rp2,4 triliun.
“Perhitungan kerugian negara Rp2,3 triliun tidak sesuai dengan perhitungan dari BPKP,” ujar kuasa hukum Setnov, Maqdir Ismail saat membacakan eksepsi atau nota keberatan dalam sidang korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (20/12).
Menurut Maqdir, BPKP tidak menghitung kerugian dari sejumlah penerimaan uang yakni US$7,3 juta bagi Setnov, US$800 ribu bagi Charles Sutanto Ekapradja, dan Rp2 juta untuk Tri Sampurno.
"Sekiranya kerugian keuangan negara sebagaimana yang dinyatakan dalam surat dakwaan maka terdapat kerugian negara Rp2,4 triliun," katanya.
Selain itu, tim kuasa hukum Setnov juga mempersoalkan waktu (
tempus delicti) dan tempat (
locus delicti) kejadian perkara yang didakwakan jaksa penuntut umum kepada Setnov.
Dalam surat dakwaan, tim kuasa hukum menemukan waktu dan tempat kejadian perkara yang berbeda antara Setnov, Irman, Sugiharto, Andi Narogong. Padahal dalam surat dakwaan, ketiganya didakwa melakukan korupsi bersama-sama.
Kemudian, tim kuasa hukum juga keberatan dakwaan Setnov terkait dengan jumlah fee diterima. Jumlah
fee yang diterima berbeda dalam dakwaan Setnov, Irman, Sugiharto, dan Andi Narogong.
Tim kuasa hukum Setnov pun mengambil contoh jumlah
fee untuk eks Mendagri Gamawan Fauzi yang berbeda-beda antara dakwaan Setnov dengan tiga dakwaan sebelumnya.
(osc/djm)