Kinerja Pimpinan DPR pada 2017 Dinilai Terburuk dalam Sejarah

Joko Panji Sasongko | CNN Indonesia
Jumat, 22 Des 2017 07:27 WIB
Formappi menilai pimpinan DPR tahun ini tidak bekerja secara profesional sehingga kerap menimbulkan polemik di masyarakat.
Formappi menilai di antara ragam masalah kelembagaan DPR pada 2017, masalah kepemimpinan DPR menjadi yang terburuk dalam sejarah. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia -- Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) menilai, kinerja kelembagaan dan pengawasan DPR tahun 2017 sangat buruk. Hal itu disebabkan oleh beragam masalah, mulai dari pimpinan DPR, pelanggaran etik, hingga kehadiran dalam sidang.

Peneliti senior Formappi I Made Leo Wiratma mengatakan, di antara ragam masalah itu, masalah kepemimpinan DPR tahun 2017 menjadi yang terburuk dalam sejarah. Pimpinan DPR tahun ini dinilai tidak bekerja secara profesional sehingga kerap menimbulkan polemik di masyarakat.

"Dalam hal kepemimpinan (DPR), tahun 2017 menjadi tahun terburuk dalam sejarah," ujar Wiratma menjelaskan hasil penelitian mereka di Kantor Formappi, Jakarta, Kamis (21/12).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Ia membeberkan, hal yang membuat kinerja pimpinan DPR buruk, yakni kerap berbeda pandangan dalam menyatakan sikap atas sebuah hal. Menurutnya, perbedaan pendapat antarpimpinan tidak jadi masalah jika terjadi dalam forum internal pimpinan DPR.

Salah satu contoh beda pendapat terjadi saat menanggapi aspirasi Forum Umat Islam yang meminta mantan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dicopot dari jabatannya karena diduga menista agama.

Dalam momen itu, Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyatakan mendukung. Namun, di sisi lain mantan Ketua DPR Setya Novanto meminta aksi tersebut tidak dilakukan karena ada proses di DPR.

"Mengelola permasalahan di internal pimpinan saja tidak mampu, apalagi me-manage DPR keseluruhan," ujar Wiratma.


Selain beda sikap, pimpinan DPR kerap solid jika salah satu dari mereka terlibat sebuah kasus. Seluruh pimpinan terkesan saling melindungi dengan segala cara.

Hal itu terlihat ketika Setnov tidak menggubris laporan dugaan pelanggaran etik Fadli dan Wakil Ketua DPR lainnya, Fahri Hamzah. Bahkan, tidak profesionalnya pimpinan DPR terlihat ketika Fadli meminta KPK menunda memeriksa Setnov dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.

"Selain tidak profesional, pimpinan DPR memiliki permasalahan pribadi yang berimbas pada kinerja DPR. Misalnya, Setnov menjadi tersangka kasus korupsi e-KTP atau Fahri yang dipecat dari partainya (PKS)," ujar Wiratma.

Di sisi lain, Formmapi juga menyebut tingkat kehadiran anggota DPR tahun 2017 juga bermasalah. Presentase kehadiran anggota DPR sepanjang tahun ini di bawah 50 persen.

Ia menjelaskan, kehadiran anggota Fraksi Hanura mendapat peringkat teratas dengan 50,76 persen, sementara fraksi PKB di posisi terakhir dengan 33,71 persen.

"Kemalasan anggota DPR mengikuti sidang-sidang menjadi salah satu penyebab kinerja DPR tetap buruk," ujarnya.

Fungsi Pengawasan Lemah

Peneliti Formappi, Akbar menambahkan, DPR dalam setahun ini tidak menjalankan fungsi pengawasan dengan optimal. Hal itu terlihat dari tidak adanya tindak lanjut atas berbagai temuan BPK terhadap sejumlah anggaran Kementerian/Lembaga.

"Komisi-komisi DPR seharusnya menindaklanjuti temuan pemeriksaan BPK sampai tuntas," ujar Akbar.


Formappi menemukan fakta bahwa hanya empat dari 11 komisi di DPR yang melakukan tindak lanjut temuan BPK. Padahal, Pasal 21 UU Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara memberi kewenangan DPR memerintahkan BPK melakukan pemeriksaan lanjutan.

"DPR tidak cukup peduli dengan ketidakberesan pengelolaan keuangab negara oleh K/L," ujar Akbar.

Lebih dari itu, ia menyebut, DPR juga tidak maksimal dalam melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan terhadap kebijakan pemerintah. (osc/sur)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER