Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Djoko Setiadi berharap jajarannya dapat melakukan penindakan jika mengetahui suatu ancaman dari dunia siber. Menurutnya, percuma jika BSSN tidak bisa menindak suatu ancaman.
“Kalau ada Badan Siber tapi tidak bisa menindak juga, percuma. Arahan Pak Presiden kemampuan bersama, nanti kami lihat perkembangan,” ujar Djoko di Istana Negara, Jakarta, Rabu (3/1).
Saat ini BSSN tak dapat menindak sebab hal itu belum diatur dalam undang-undang. Penindakan masih menjadi kewenangan kepolisian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Mestinya memang Badan Siber berwenang (menindak) jadi bisa tembak langsung, menangkap, dan bisa serahkan ke polisi,” katanya.
BSSN awalnya dibentuk dan berada di bawah Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan. Namun Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2017 tentang Badan Siber dan Sandi Negara, BSSN resmi berada di bawah Presiden Joko Widodo. Perpres ini menjadi landasan kerja BSSN.
Meski demikian, Djoko tetap mengikuti peraturan yang ada sehingga BSSN akan berkoordinasi lebih lanjut dengan kepolisian dalam menghadapi ancaman.
Salah satu bidang koordinasi yang akan dilakukan adalah untuk menyikapi terorisme. BSSN akan bekerja sama dengan Polri guna mendeteksi ancaman melalui teknologi terbaru.
Hal itu diperlukan sebab kelompok teroris masuk dunia siber lebih dahulu melalui teknologi yang lebih baik dan tidak mudah ditembus.
“Kami bekerja sama dengan Mabes Polri. Kami juga menembusnya harus hati-hati,” kata mantan Kepala Lembaga Sandi Negara ini.
BSSN dibentuk untuk memproteksi dan memayungi semua kegiatan siber dari kementerian atau lembaga lain. Beberapa di antaranya cyber defence dari Kementerian Pertahanan, intelijen siber dari Badan Intelijen Negara (BIN), satuan siber TNI, dan lainnya.
Presiden Jokowi telah melantik Mayor Jenderal Djoko Setiadi menjadi Kepala Badan Siber dan Sandi Negara hari ini di Istana Negara. Djoko diberikan hak keuangan dan fasilitas setingkat menteri.
Pembentukan BSSN dianggap penting dan dibutuhkan negara guna mengantisipasi perkembangan dunia siber yang sangat cepat.
(pmg/gil)