'Berebut Kunci Menang Pilpres 2019 di Lumbung Suara'

Dias Saraswati | CNN Indonesia
Jumat, 05 Jan 2018 09:18 WIB
Alotnya penentuan bakal calon kepala daerah di pilkada serentak Pulau Jawa tahun ini dinilai karena menjadi kunci untuk membantu kejayaan dalam Pilpres 2019.
Alotnya pemilihan bakal calon kepala daerah di pilkada serentak Pulau Jawa tahun ini dinilai karena menjadi kunci untuk membantu kejayaan dalam Pilpres 2019. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Tahapan awal Pilkada serentak 2018 akan segera dimulai pekan depan, yakni pendaftaran pasangan calon ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dimulai pada 8-10 Januari.

Mendekati dimulainya proses pendaftaran, sejumlah partai politik pun ramai-ramai mendeklarasi pasangan calon yang akan mereka dukung dalam Pilkada Serentak 2018 yang akan digelar di 171 daerah se-Indonesia.

Berbagai koalisi partai pun terbentuk untuk bersama-sama mengusung pasangan calon yang diharapkan dapat memenangkan kontestasi Pilkada di 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari 17 provinsi yang menyelenggarakan Pilkada yang paling menyorot perhatian nasional adalah tiga daerah di Pulau Jawa yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Sebab ketiga daerah tersebut adalah wilayah strategis bagi para parpol untuk menggalang kekuatan jelang pemilu legislatif dan pemilu presiden 2019.

Direktur Eksekutif Vox Populi Center, Pangi Syarwi Chaniago tak heran ketika para partai menghitung dengan matang untuk menyiapkan pasangan calon untuk Pilgub Jabar, Jateng, dan Jatim.

"Jateng, Jabar, Jatim itu faktor kunci kemenangan pilpres karena itu lumbung elektoral," kata Pangi saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (4/1).

Menurut Pangi, jika pasangan calon bisa memenangkan kontetasi di tiga daerah tersebut, diharapkan dapat menarik massa di daerah tersebut untuk meraup suara di Pilpres.

"Mulai terbentuk (koalisi di daerah) juga, koalisi pusat diturunkan dalam koalisi pilkada," ujar Pangi.

[Gambas:Video CNN]

Kondisi yang Tak Ideal

Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Padjadjaran, Firman Manan berpendapat, kehati-hatian yang dilakukan parpol dalam menentukan pasangan calon di daerah yang disebut sebagai lumbung suara juga membuat situasi politik menjadi tidak ideal.

"Ini situasi tidak ideal, karena seharusnya memang penentuan pasangan calon dan pembentukan poros koalisi tidak terlalu dekat dengan masa pendaftaran," tuturnya.

Terlalu mepetnya waktu penentuan pasangan calon dengan waktu pendaftaran, kata Firman, membuat pasangan calon tidak mempunyai cukup waktu untuk membuat dan menyiapkan visi misi serta program yang juga menjadi salah satu syarat pendaftaran.

"Waktu membuat visi misi serta program terbatas. Padahal pilkada bukan persoalan pasangan calon, tapi soal kepentingan publik, kalau mepet jadi tidak ideal," kata Firman.

Menurut Firman, kurangnya persiapan dalam menyusun visi misi serta program oleh pasangan calon juga akan berdampak pada masa kampanye.

Ia mengatakan, seharusnya saat kampanye visi misi serta program itulah yang diperkenalkan pada masyarakat. Namun, pasangan calon justru harus memutar otak untuk bisa mendapat suara masyarakat karena kurangnya masa persiapan. Akibatnya, lanjut Firman, permainan isu pun akan dimainkan pasangan calon saat kampanye untuk bisa menarik perhatian masyarakat.

"Visi misi serta program kurang tergali karena tidak terumuskan seacara baik, sehingga pola kampanye lebih pada permainan isu," ujarnya.

Salah satu isu yang sering dimainkan dalam pemilu adalah soal agama, wilayah, dan ekonomi.

[Gambas:Video CNN]

Tensi Politik Jelang Pilkada

Pangi melihat tensi politik menjelang Pilkada serentak 2018 memang mulai memanas, meskipun tahap pendaftarannya juga baru akan dimulai Senin (8/1), pekan depan.

"Tensi politik sudah tinggi, semua sudah mulai dongkrak isu-isu, dilakukan oleh masing-masing yang punya kepentingan terhadap pilpres, pemanasannya sudah mulai," tuturnya.

Menurut Pangi, sudah mulai memanasnya situasi politik saat ini disebabkan kemenangan dalam pilkada akan sangat berpengaruh dalam konstetasi pilpres 2019 mendatang.

"Kemenangan yang diusung di pilkada adalah kemenangan pilpres," kata Pangi.

Senada, pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun menilai, naiknya tensi politik sudah terjadi meski tahap awal pilkada baru akan dimulai. Namun, Ubedilah menilai meningkatnya tensi politik tersebut belum diikuti meningkatnya tensi sosial.

Menurutnya, tensi sosial tersebut salah satu indikatornya adalah munculnya gerakan yang dilakukan secara berkelompok untuk saling menyerang antarpendukung pasangan calon.

"Ini (tensi sosial) belum terlihat secara gamblang, masih pada tahap proses konsolidasi tim di internal pasangan calon," kata Ubedilah.

Sejumlah pihak, kata Ubedilah, pun berharap agar tensi sosial ini tidak akan muncul seiring dengan berjalannya berbagai tahapan Pilkada sampai dengan tahap penentuan pemenang.

Sebab, jika tensi sosial ini muncul, maka akan ada peluang terjadinya konflik sosial di masyarakat.

"Naiknya tensi sosial akan berdampak pada munculnya konflik, tapi sampai saat ini saya melihatnya masih wajar," ujar Ubedilah. (kid/djm)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER