Fahri Hamzah Minta Pemerintah Ambil Alih Pembiayaan Politik

Abi Sarwanto | CNN Indonesia
Senin, 15 Jan 2018 14:55 WIB
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah meminta Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri membuat regulasi soal pembiayaan kampanye dan partai.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah meminta pemerintah mengambil alih pembiayaan politik. (CNN Indonesia/Abi Sarwanto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah meminta pemerintah mengambil alih pembiayaan politik untuk mencegah terjadinya praktik mahar, terutama dalam penyelenggaraan pilkada.

Menurutnya, hal itu dapat dilakukan oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri untuk membuat regulasi soal pembiayaan kampanye dan partai.

"Imbauannya kapan Kemenkeu, Kemendagri, ayolah regulasi cara membiayai kampanye atau membiayai parpol dalam pilkada secara lebih sehat sehingga jangan ada uang pribadi masuk ke dalam aliran darah dari proses politik pilkada itu," kata Fahri di Gedung DPR, Jakarta, Senin (15/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Fahri menilai, praktik mahar politik akan merusak makna pemilu dan demokrasi. Sebab, uang pribadi akan masuk dalam aliran dana untuk memilih pemimpin.

Pembiayaan politik oleh pemerintah saat ini diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 Pilkada. Dua UU tersebut mengatur regulasi metode kampanye pembiayaan alat peraga kampanye, iklan di media massa dan debat dibiayai negara.

Selain itu, pemerintah melalui PP Nomor 1 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik telah memberikan bantuan dana bagi parpol sebesar Rp1.000 per suara.


Meski demikian, Fahri menganggap pembiayaan politik masih belum diatur dengan baik. Biaya politik yang tinggi dalam pilkada dan pemilu membuat partai membebankan kepada kandidat.

"Kalau dia membebankan biaya pada kandidat, kandidat uangnya darimana? Kebanyakan uang pribadi," kata dia.

Fahri mengkhawatirkan biaya yang dikeluarkan kandidat untuk pilkada berasal dari modal pihak lain. Hal itu akan membuat kandidat merasa berhutang ketika terpilih nantinya.

"Bagaimana kalau seorang kandidat dibiayai oleh seorang cukong di belakangnya. Akhirnya selama mempimpin 5 tahun dia berutang pribadi sama cukong itu," ujar Fahri.


Selain itu, Fahri mengatakan, kondisi ini akan membuat kandidat yang akan maju hanya dilihat dari seberapa besar modal yang dimiliki bukan dari gagasan atau program.

"Sekarang kan hampir semua cagub dan cabup itu karena banyak duitnya. Sedikit sekali yang maju karena modal isi otak dan isi hati. Maju itu karena modal uang dan itu uang pribadi," katanya. (pmg/gil)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER