Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) berencana merevisi surat keputusan No. 231/PL.03.1-Kpt/06/KPU/XII/2017 yang mengatur tentang standar pemeriksaan kesehatan jasmani dan rohani terhadap calon kepala daerah tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Aturan itu dinilai diskriminatif bagi kalangan penyandang disabilitas.
Iktikad KPU merevisi didasari oleh desakan Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat (PPUA Penca) yang menganggap SK tersebut diskriminatif terhadap kalangan disabilitas untuk memperoleh hak memilih, dipilih, dan hak untuk menjadi penyelenggara pemilu.
“Prinsipnya kami siap merevisi SK231 ini. Kami segera revisi, agar penyandang disabilitas kembali mendapat akses publik,” kata Komisioner KPU, Ilham Saputra di kantornya, Jakarta, Senin (22/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ilham menegaskan bahwa KPU tidak pernah berniat untuk diskriminatif terhadap kalangan penyandang disabilitas.
Dia mengatakan hanya ada perbedaan pandangan mengenai makna atau terminologi ‘disabilitas’ dalam SK yang akan direvisi. Terlebih, saat ini juga tidak ada bakal calon kepala daerah yang berkebutuhan khusus.
“Bukan persoalan-persoalan yang mengenai seolah-olah kami sengaja menutup akses bagi teman-teman disabilitas untuk berpartisipasi dalam pencalonan di pilkada,” kata Ilham.
Sebelumnya, sejumlah pengurus PPUA Penca mendatangi kantor KPU untuk meminta para komisioner merevisi SKNo. 231/PL.03.1-Kpt/06/KPU/XII/2017.
Ketua Umum PPUA Penca, Ariani Soekanwo menyatakan bahwa sebenarnya KPU telah mengakomodasi hak-hak kalangan difabel seperti yang diatur dalam Peraturan KPU No. 3 tahun 2017 tentang Pencalonan Kepala Daerah.
Dalam Pasal 4 Ayat (2) disebutkan, calon kepala daerah mampu secara jasmani dan rohani tidak menghalangi penyandang disabilitas.
Akan tetapi, Ariani menganggap SK yang dikeluarkan KPU tidak sesuai dengan bunyi pasal tersebut.
“Tiba-tiba ada petunjuk teknis. Di sini pemeriksaan kesehatan dianggap yang paling dominan menentukan lolos menjadi calon,” ucap Ariani di kantor KPU, Jakarta, Senin (22/1).
Menurut Ariani, pemeriksaan kesehatan seharusnya tidak menjadi pertimbangan mutlak lolosnya bakal calon kepala daerah menjadi calon kepala daerah.
Padahal, kata Ariani, Ada hal lain yang perlu dipertimbangkan. Misalnya, kemampuan melakukan observasi, analisis, membuat keputusan dan mengomunikasikannya, integritas, akuntabilitas, serta kepemimpinan.
Ketua I PPUA Penca, Heppy Sebayang juga mengeluhkan SK yang memadankan istilah disabilitas dengan istilah medik.
Dalam SK, disabilitas-medik dimaknai sebagai keadaan kesehatan yang dapat menghambat atau meniadakan kemampuan dalam menjalankan tugas dan kewajiban sebagai kepala daerah.
Menurut Heppy, disabilitas seharusnya dimaknai sebagai keragaman manusia yang perlu diakomodasi dalam fasilitas dan pelayanan publik.
“Kami menyampaikan usulan agar KPU segera melakukan revisi terhadap Bab II dan Bab V SK KPU No. 231/PL.03.1-Kpt/06/KPU/XII/2017 selambatnya 12 Februari 2018,” ucap Heppy.
(end)