100 HARI ANIES-SANDI

Reklamasi dan Konflik Baru Anies Baswedan-Sofyan Djalil

Tiara Sutari | CNN Indonesia
Rabu, 24 Jan 2018 10:57 WIB
Berawal dari janji politik kampanye Pilkada DKI 2017, setelah 100 hari kepemimpinan langkah Gubernur DKI Anies Baswedan menghentikan reklamasi belum rampung.
Berawal dari janji politik kampanye Pilkada DKI 2017, setelah 100 hari kepemimpinan langkah Gubernur DKI Anies Baswedan menghentikan reklamasi belum rampung. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)
Jakarta, CNN Indonesia -- Hampir dua pekan setelah merayakan tahun baru 2018, wartawan di Balai Kota geger soal surat permohonan pencabutan Hak Guna Bangunan (HGB) Pulau-pulau hasil reklamasi di Pesisir Utara Jakarta.

Foto surat itu tersebar di grup berbagi pesan Whatsapp. Surat itu tertanggal 29 Desember 2017, dan ditandatangani Gubernur DKI Anies Baswedan untuk ditujukan kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil.

Dalam surat itu, Anies meminta BPN mencabut HGB atas Pulau D hasil reklamasi yang telah diberikan kepada pengembang PT Kapuk Naga Indah (KNI). Anies juga meminta BPN tak mengeluarkan HGB maupun hak penggunaan lahan (HPL) untuk pulau-pulau hasil reklamasi lainnya. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Alasannya Pemprov DKI sedang melakukan investigasi dan kajian khusus sesuai aturan terkait pembangunan pulau-pulau di Utara Jakarta ini.

Selanjutnya, Sofyan membalas surat tersebut dengan jawaban tidak bisa memenuhi permintaan Anies. Sofyan pun mengimbau pemprov DKI melakukan langkah hukum soal pencabutan HGB tersebut.


Memang bukan hal yang luar biasa melihat pasangan Kepala Daerah DKI Jakarta, Anies Baswedan-Sandiaga Uno gencar mencoba menyelesaikan persoalan reklamasi ini.

Dari 23 janji kampanye yang digaungkan Anies-Sandi semasa Pilgub dulu, pembatalan reklamasi adalah slaah satu yang dijanjikan untuk memenangkan Pilkada DKI 2017

Dalam 100 hari kepemimpinannya di DKI Jakarta, langkah terkait menyetop reklamasi yang Anies-Sandi sudah dilakukan adalah menarik dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) dari DPRD. Dan, langkah berikutnya adalah menyurati BPN yang hasilnya pada upaya terkini itu adalah nol.

Menunggu Pelunasan Janji

Menanggapi langkah Anies soal janji menghentikan reklamasi tersebut, penggerak Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta, Tigor Hutapea menilai langkah sang gubernur masih terlalu lamban.

Tigor menyatakan sepanjang 100 hari kepemimpinan seharusnya Anies-Sandi sudah memberikan keputusan pasti, dan tak membuat semuanya jadi bertele-tele.

"Bukan tak tahu terimakasih, tapi seharusnya jangka 100 hari sudah bisa membuat dia mencabut langsung. Bukan seperti ini. Malah kemana-mana urusannya," kata Tigor kepada CNNIndonesia.com.

Tigor menilai Anies memiliki kewenangan menghentikan reklamasi. Di satu sisi, sambung Tigor, pencabutan HGB tak memengaruhi apa pun dalam rencana reklamasi di teluk Jakarta..

"Dia [Anies] seolah hanya menunda itu tidak terjadi di eranya, tak jauh berbeda. Seolah dia mau melarikan diri dari janji dan kewajibannya sebelumnya," kata Tigor.

Pendapat tak jauh berbeda pun diungkap Jajang, 39 tahun. Ia adalah seorang nelayan tradisional Muara Angke, Jakarta Utara.

Jajang menceritakan, ketika mendengar janji menghentikan reklamasi saat kampanye Pilkada, diakui Jajang, dirinya berharap banyak pada Anies-Sandi.

Pria yang pula mengaku mencoblos Anies-Sandi dalam Pilkada DKI yang berlangsung dua putaran itu berharap kepala daerah saat ini bisa mencerahkan kampungnya yang paling terdampak akibat reklamasi.

“Eh malah sama saja, saya juga bingung sudah tiga bulan tapi begini-begini saja, belum ada perubahan tuh,” kata Jajang yang berharap buah janji Anies-Sandi kala kampanye.

Dia dan para tetangganya pun merasakan getir ketika banjir rob terjadi di tempat tinggalnya pada November tahun lalu.

Buah Janji Setop Reklamasi dari Anies-Sandi Setelah 100 HariSeorang nelayan tradisional memacu perahunya melewati pulau hasil reklamasi di utara Jakarta. Akibat dari reklamasi ini disebut telah menggeser jalur melaut para nelayan. (CNN Indonesia/ Hesti Rika)

Menghentikan Reklamasi

Politikus Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra menilai keinginan Anies-Sandi meminta pembatalan HGB itu bukan hanya persoalan hukum semata. Yusril mengatakan polemik ini berakar dari janji kampanye dalam Pilkada DKI 2017.

"Tentu saja permasalahan ini harus dikembalikan ke ranah hukum, tapi juga harus dilihat dari persoalan politik. Gubernur dan Wakil Gubernur sudah terbentur janji kampanye yang tidak bisa dibatalkan,” kata pria yang juga dikenal sebagai pakar hukum tata negara tersebut.

Sementara itu, Guru Besar Hukum dari Universitas Parahyangan Asep Warlan Yusuf mengatakan HGB yang sudah terbit bisa diubah atau ditinjau kembali.

Ia mengatakan amanat Pasal 64 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 tentang Adminitrasi Pemerintahan itu bisa dicabut saat ditemukan tiga aspek yakni cacat wewenang, cacat prosedur, dan/atau cacat substansi.

BPN, kata Asep, harus tegas bersikap ketika tidak ditemukan kecacatan pada proses atau hasil penerbitan HGB. Itu demi menjaga kepastian hukum bagi pengembang.

"BPN pertimbangkan lagi. Kalau tidak ada kesalahan, BPN harus konsisten," ujar Asep.

Sementara para penggerak tolak reklamasi dan nelayan terdampak sibuk merenungi nasib mereka yang belum juga berubah selama tiga bulan setelah Anies-Sandi dilantik. Sang empunya kekuasan justru berkirim surat dan berbalas kata dengan Menteri BPN.

Sofyan yang terang-terangan menolak permintaan Anies untuk mencabut HGB pulau D malah mendapat sindiran tajam dari mantan rektor dan menteri pendidikan tersebut.

“Saya mengirim surat, saya menghargai adab pemerintahan. Bukan melakukan press konfrensi dan memanggil wartawan,” kata Anies menyindir jumpa pers yang digelar Sofyan selain membalas surat Anies.

Buah Janji Setop Reklamasi dari Anies-Sandi Setelah 100 HariMenteri BPN Sofyan Djalil (kiri) dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (kanan) saling berbalas surat resmi soal permintaan pencabutan HGB atas pulau hasil reklamasi. (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)

Sementara itu, saat dikonfirmasi ke Sofyan, sang menteri menyatakan jumpa pers digelar karena saat foto surat tersebut tersebar dirinya banyak diburu wartawan untuk klarifikasi. Bukan hanya satu atau dua media saja, kata Sofyan, yang mencoba meminta klarifikasinya lewat berbagai media komunikasi.

Sofyan yang kala itu berada di luar kota menemani kunjungan Presiden mengaku kewalahan. Atas dasar itu, sehari setelahnya, saat berada di kantor ia pun memberikan keterangan langsung selain membalas surat Anies secara resmi.

“Jadi tidak benar tuduhan itu, saya juga beradab kok. Cuma sekalian saja, biar tidak bertanya-tanya. Wartawan kan suka bertanya, saya beri ruang sekaligus saja. Toh surat yang beliau (Anies) kirimkan juga tetap kami jawab secara adab,” kata Sofyan.

Sayangnya, hingga saat ini kejelasan soal reklamasi sendiri belum juga menemukan hasil. Pasca insiden berkirim surat itu, Anies kembali 'diam' jika ditanya terkait kelanjutan upaya menghentikan reklamasi.

"Saya akan lakukan sesuai prosedur, melangkah satu-satu, semuanya diproses satu-satu," kata Anies menjawab pertanyaan pada 10 Januari lalu.

“Nanti, satu-satu,” jawab Anies kembali saat ditanya wartawan soal upaya menghentikan reklamasi, Balai Kota, Senin (22/1) malam.

Sementara itu, pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna menilai Anies-Sandi memang belum memiliki cukup waktu untuk menjalankan semua hal yang dijanjikan kepada masyarakat. Terkait reklamasi kata Yayat, yang dicoba Anies adalah menjalankan semua prosedur yang harus dilakukan.

“Benar, jika dia ingin menghentikan dia juga harus melakukan semuanya sesuai dengan prosedur, jika ingin melanjutkan juga tentu harus begitu (sesuai prosedur)," tutur Yayat saat dihubungi CNNIndonesia.com.

Di satu sisi, Yayat menilai, Anies-Sandi pun tak bisa gegabah mencabut izin reklamasi. “Makanya jadi terkesan lambat,” kata Yayat.

Baca Fokus: Jejak 100 Hari Anies-Sandi Kelola Ibu Kota (kid/asa)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER