100 HARI ANIES-SANDI

Siasat Anies-Sandi Kelola Sungai dan Banjir Jakarta

Andito Gilang & Tiara Sutari | CNN Indonesia
Rabu, 24 Jan 2018 09:45 WIB
Proyek normalisasi sungai di Jakarta pada era sebelumnya dilakukan dengan penertiban bangunan di bantaran. Sejauh ini belum ada penertiban di era Anies-Sandi.
Dua hal yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta untuk menata aliran sungai yakni pengerukan dan normalisasi. (CNN Indonesia/Hesti Rika)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jakarta punya segudang masalah termasuk di antaranya persoalan banjir. Sejak Joko Widodo memimpin ibu kota, Pemprov DKI makin menggencarkan proyek normalisasi sungai Ciliwung.

Saat kepemimpinan Jakarta beralih ke tangan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) --dan beralih ke Djarot Syaiful Hidayat-- sejumlah permukiman mulai digusur demi normalisasi sungai.


Kini, setelah kepemimpinan berganti jadi Gubernur Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno belum lagi ada penertiban pemukiman untuk normalisasi sungai.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada 21 Desember 2017, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, normalisasi tanpa memindahkan warga akan berakhir sia-sia.

"Normalisasi sungai tanpa pemindahan warga tidak mungkin. Normalisasi itu sungai harus dikeruk dan dilebarkan, kalau ditanggul terus pasti akan jebol," kata Sutopo kepada wartawan beberapa saat setelah berulang kali jebolnya tanggul di Kali Pulo, Jati padang, Jakarta Selatan.

Hingga 100 hari Pemprov DKI di bawah pemerintahan Anies-Sandi, belum ada proses penertiban pemukiman demi normalisasi sungai, hanya pengerukan yang terus berjalan untuk mengatasi besarnya aliran air.

Pembangunan tanggul sementara di Jatipadang menyusul jebolnya tanggul di RT 14 RW 06 Jati Padang, Jakarta Selatan, 21 Desember 2017. Menurut Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB, tanggul hanya bersifat sementara mengatasi banjir di Jakarta sehingga diperlukan normalisasi.(CNN Indonesia/Dhio Faiz)

Hantu Penertiban

Walau tak ada penertiban, bukan berarti sang gubernur tak memikirkan hal tersebut untuk menyukseskan normalisasi sungai. Pada November lalu, ia mengatakan penertiban bangunan liar menjadi salah satu opsi menyukseskan normalisasi sungai.

Anies pun menyebut bahwa sebagian besar penyempitan sungai terjadi akibat bangunan liar untuk tempat tinggal warga.

"Di beberapa wilayah yang harusnya minimal lebarnya sungai 10 meter, di tempat itu lebarnya ada yang sampai dua meter. Dan, yang terjadi sudah jelas potensi banjir menjadi sangat besar," kata Anies, 13 November 2017.

Baca Fokus: Jejak 100 Hari Anies-Sandi Kelola Ibu Kota

Soal normalisasi, salah satu Ketua RW yang wilayahnya terdampak banjir Kali Pulo di Jati Padang, Arief Syamsuddin mengaku telah ada pembicaraan soal tersebut.

"Kalau menurut aturan yang ada, normalisasi memang harus 20 meter. Cuma warga minta 5 meter saja. Jadi misalnya sekarang sungai [sekarang lebarnya] ada 3 meter, tinggal ditambah di kiri dan kanan [sepanjang masing-masing] satu meter," ujar Arief saat dihubungi beberapa waktu lalu.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat meninjau lokasi Kali Pulo yang dihimpit pemukiman warga di Jati Padang, Jakarta Selatan, 13 Desember 2017. (CNN Indonesia/Mesha Mediani)

Soal normalisasi sungai dan penataan aliran sungai di Jakarta, Peneliti Senior LIPI, Jan Sopaheluwakan mengatakan bahwa Dinas Tata Air Jakarta sejak jauh hari sudah mengantongi data serta perencanaan soal penataan 13 sungai yang melintasi ibu kota.

"Mereka sudah cukup punya perencanaan jika dilaksanakan normalisasi sungai, maka berapa rumah, berapa kk (kepala keluarga) harus pindah. Namun, kenyataannya dalam pelaksanaan akan sulit karena banyak warga yang terkena proses normalisasi itu tidak mau pindah karena mereka merasa berhak karena memiliki sertifikat dan sebagainya," tutur Jan saat ditemui CNN Indonesia.com pekan ini.

Ia mengatakan bagian tersulit dalam upaya normalisasi sungai adalah rekayasa sosial. Pemerintah, katanya, harus membuat warga percaya pada niat baik pemerintah lewat sosialisasi dan kesepakatan-kesepakatan.

Hal sulit lainnya, sambung Jan, adalah tahap transisi ketika warga akhirnya direlokasi. Ada faktor-faktor yang membuat warga enggan direlokasi selain historis, juga terkait lapangan kerja baik yang formal maupun informal.

"Nah, ini harus dipetakan, dan itu menjadi satu bagian, satu paket dengan rencana penataan ulang kawasan sepanjang sungai," ujar Jan yang pula menilai sebaiknya dibangun kampung vertikal sebagai salah satu cara mengatasi minimnya lahan untuk normalisasi sungai.


Pada 13 Desember 2017, saat meninjau kawasan terdampak banjir di Jati Padang, Anies mengatakan akan melakukan naturalisasi aliran sungai dengan cara menggeser pemukiman warga demi menjaga ekosistem sungai.

Menanggapi pernyataan tersebut, Jan mengatakan itu adalah tren yang tengah terjadi di Eropa.

"Sungai tadinya dilurusin pake side pile (pancang di sisi-sisi sungai), kemudian kini dibongkar kembali dan dibuat lagi seperti alam, berbelok-belok... Nah dengan berbelok-belok airnya akan tertahan dan menyerap ke tanah," ujar Jan. "Kalau di Jakarta dibuat seperti ini ujung-ujungnya masalah pembebasan lahan saja."

Sementara itu, pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna menilai belum melihat langkah Anies-Sandi untuk menata aliran sungai di Jakarta.

“Saya harus komentar apa, dia kan baru ngomong. Belum ada tuh realisasinya,” ujar Yayat saat dihubungi.

Selain itu, Yayat pun menilai dalam 100 hari ini memang belum cukup waktu bagi Anies-Sandi untuk menjalankan semua keinginan masyarakat, serta menata ibu kota sesuai janji kampanyenya.

[Gambas:Video CNN] (kid/asa)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER