Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hendrawan Supratikno menanggapi artikel berjudul
Widodo’s smoke and mirrors hide hard truths yang dipublikasikan media asing berbasis di Hong Kong,
Asia Times, 23 Januari lalu.
Menurut Hendrawan artikel yang ditulis jurnalis asing John McBeth itu tak lebih hanya untuk mencari sensasi saja.
"Kalau menurut kami ini cari sensasi, supaya apa? Pelanggannya di pasar Indonesia meningkat. Pasar oposisi kan cukup besar di sini kan gitu. Pakai hitung-hitungan dagang," kata Hendrawan di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (31/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hendrawan menilai, dari artikel itu, tak ada tendensi selain menaikan nilai jual di pasaran. Sebab, media asing lain seperti
Time,
News Week, dan
Fortune justru diklaim memuji kinerja Presiden Joko Widodo.
"Pokoknya sekarang dalam zaman globalisasi ini, mentalitas kita sudah berorientasi pada pasar," ujarnya.
Hendrawan berpendapat, tidak tepat jika dalam artikel itu menyebut Jokowi memainkan pencitraan untuk menutupi persoalan dari kebijakan yang diambil.
Sebab, menurutnya sebuah pencitraan itu penting dilakukan selama itu sesuai dengan hasil kerja nyata, prestasi maupun program kerja yang telah dilakukan.
"Sekarang sumber pencitraan itu apa? Harus dari kerja nyata, prestasi yang terukur, dari program-program kerja yang merupakan respons dari kebutuhan masyarakat," ujarnya.
Sebaliknya, jika pencitraan hanya sebatas untuk bergaya, maka menurutnya hal itu akan meledak selayaknya balon udara.
Artikel yang ditulis jurnalis John Mcbeth itu menyoroti Presiden Joko Widodo dan para pembantunya yang disebut Mcbeth telah menjadi master atau ahli dalam permainan asap dan cermin (
smoke and mirrors) yang diadopsi dari trik yang digunakan para pesulap.
Bentuk sederhana dari permainan asap dan cermin ini, seperti ditulis Mcbeth, adalah untuk meyakinkan khalayak bahwa sesuatu benar-benar terjadi atau berhasil dicapai walaupun pada kenyataannya hal itu tidak terjadi atau tercapai.
Bagi Mcbeth, upaya pengaburan fakta oleh Jokowi ini tampak semakin jelas seiring mendekatnya pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2019.
(ugo)