KPK Belum Pastikan Hadir Sidang Praperadilan Fredrich Yunadi

M Andika Putra | CNN Indonesia
Minggu, 04 Feb 2018 17:47 WIB
Sidang perdana praperadilan Fredrich Yunadi dijadwalkan berlangsung Senin (5/2), tiga hari sebelum sidang perkara di pengadilan Tipikor.
Sidang perdana praperadilan Fredrich Yunadi dijadwalkan berlangsung Senin (5/2), tiga hari sebelum sidang perkara di pengadilan Tipikor. (CNN Indonesia/Hesti Rika)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum memastikan hadir dalam sidang perdana praperadilan Fredrich Yunadi sebagai tersangka merintangi penyidikan kasus korupsi proyek e-KTP

Sidang perdana dijadwalkan berlangsung Senin (5/2) besok di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

“Kita lihat besok karena persidangan besok. Kami hargai panggilan yang sudah disampaikan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,” kata Febri di gedung KPK, Minggu (4/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Awak media kembali bertanya mengenai kepastian KPK hadir dalam praperadilan. Namun Febri tetap menjawab dengan tidak pasti.

“Kita lihat besok. Kami komitmen pasti untuk menghadapi, apakah nanti cara menghadapi dengan mengirim surat jawaban hadir secara full tim. Nanti, masih kami bicarakan,” kata Febri.


Bukan hanya dijadwalkan untuk sidang praperadilan, Fredrich juga dijadwalkan untuk sidang perkara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Sidang perdana perkara itu dijadwalkan berlangsung Kamis (8/2).

Humas Pengadilan Tipikor Jakarta Ibnu Basuki mengatakan, majelis hakim yang akan memimpin jalannya persidangan tersangka merintangi penyidikan kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP itu telah terbentuk. Hakim Zaifuddin Zuhri ditunjuk sebagai ketua majelis hakim.

Mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), sidang praperadilan gugur bila sidang perkara berlangsung. Aturan itu tertuang pada pasal 82 ayat 1 huruf d.

Pasal itu berbunyi: Dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa pengadilan negeri sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur.

Pasal tersebut sempat diuji di Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2015 lalu dan diputus dengan nomor 102/PUU-XIII/2015.

Putusan itu berbunyi: Menyatakan Pasal 82 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa suatu perkara sudah mulai diperiksa tidak dimaknai permintaan praperadilan gugur ketika pokok perkara telah dilimpahkan dan telah dimulai sidang pertama terhadap pokok perkara atas nama terdakwa/pemohon praperadilan.

Keabsahan pasal itu sudah terbukti saat praperadilan Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan e-KTP. Majelis hakim menyatakan praperadilan gugur setelah sidang pokok perkara berlangsung.

Fredrich bersama dokter Rumah Sakit Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo ditetapkan sebagai tersangka merintangi penyidikan kasus korupsi proyek e-KTP. Mereka diduga memanipulasi data medis Setnov agar bisa dirawat untuk menghindari pemeriksaan KPK pada pertengahan November lalu.

Fredrich ditenggarai telah mengondisikan RS Medika Permata Hijau sebelum Setnov mengalami kecelakaan mobil bersama mantan kontributor Metro TV Hilman Mattauch pada 16 November 2017.

Namun, Fredrich membantah melakukan manipulasi data medis terdakwa korupsi proyek pengadaan e-KTP itu. Dia juga membantah memesan satu lantai di RS Medika Permata Hijau untuk merawat Setnov.

(gil)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER