Jakarta, CNN Indonesia -- Aliansi Nasional Reformasi KUHP menuntut Presiden Joko Widodo dan DPR untuk tidak mengesahkan Revisi Kitab Undang-undang Pidana (RKUHP) yang bakal dibahas dalam rapat paripurna Komisi III DPR pada Rabu (14/2) mendatang.
Menurut aliansi yang terdiri dari berbagai lembaga itu, rancangan RKUHP lebih buruk dari KUHP yang disusun di era kolonial.
"Kami sudah melakukan pemantauan tiga tahun terakhir sejak 2015. Kami berkesimpulan RKUHP tidak sesuai harapan dan tidak sesuai rencana awal untuk dekolonialisasi yang ada justru tidak lebih bagus dari produk kolonial," kata Direktur Pelaksana Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu dalam konferensi pers di Jakarta, Minggu (11/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Erasmus lalu memaparkan setidaknya ada tujuh alasan yang membuat RKUHP lebih para dari masa kolonial. Pertama, RKUHP dinilai sangat represif dan justru membuka ruang kriminalisasi.
Menurut Erasmus, RKUHP menghambat proses reformasi peradilan karena memuat kriminalisasi baru dan ancaman pidana yang tinggi. RKUHP memuat 1251 perbuatan pidana dan 1198 diantaranya diancam pidana penjara. Akibatnya, kebijakan ini dianggap membebani lembaga permasyarakatan.
Kedua, RKUHP dinilai belum berpihak lada kelompok rentan terutama anak-anak dan perempian. Aliansi Nasional Reformasi KUHP menilai RKUHP berpotensi memidanakan gelandangan, anak, masyarakat miskin tanpa dokumen resmi dan korban kekerasan seksual.
"Kami mengapresiasi beberapa hal terkait bentuk-bentuk pemerkosaan. Tapi justru muncul pasal lain yang tidak berpihak pada kelompok rentan khususnya perempuan," kata perwakilan dari LBH Apik, Imun.
Ketiga, RKUHP dinilai mengancam pembangunan pemerintah dalam bidang kesehatan, pendidikan, ketahanan keluarga, dan kesejahteraan masyarakat.
Selain itu, RKUHP dianggap mengamcam kebebasan berekspresi dan memberangus demokrasi. Aliansi ini menyoroti pasal penghinaan presiden dan pasal pidana lain yang menjerat kritik terhadap pejabat, lembaga negara dan pemerintahan, hingga pengadilan.
Kelima, aliansi itu menyebut RKUHP banyak mengandung pasal karet, pasal multitafsir seperti pidana penghinaan dan kriminalisasi hubungan privat. Pasal-pasal ini dinilai bisa memenjarakan setiap orang.
Keenam, Revisi KUHP ini juga dianggap mengancam lembaga independen seperti KPK, BNN, dan Komnas HAM.
"Lembaga-lembaga ini sudah menyatakan sikap menolak masuknya tindak pidana ke RKUHP, nantinya bisa mengancam keefektifan lembaga itu," tutur Erasmus.
Terakhir, Aliansi Nasional Reformasi KUHP menyebut pembahasan RKUHP tidak melibatkan sektor lain. Misalnya kesiapan lembaga pemasyarakatan menangani pemidanaan dan sektor kesehatan soal dampak kesehatan yang muncul dari kriminalisasi.
"Jika rancangan RKUHP saat ini disahkan DPR, pemerintahan Presiden Jokowi bisa dianggap sebagai rezim yang membangkang pada konstitusi dan membungkam kebebesan berekspresi," ucap Erasmus.
Nasib RKUHP ini bakal ditentukan saat rapat paripurna Komisi III DPR RI pada 14 Februari mendatang.
(nat)