Surabaya, CNN Indonesia -- Calon Gubernur (Cagub) Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa meminta kepolisian Republik Indonesia agar segera mengusut tuntas kasus kekerasan terhadap ulama dan penyerangan tempat ibadah oleh orang tak dikenal atau orang yang diduga mengalami gangguan jiwa.
"Polisi harus mengusut tuntas insiden penyerangan ini. Pelaku dan dalangnya harus ditangkap agar isunya tidak berkembang ke SARA," tutur Khofifah, Selasa (20/2).
"Jangan sampai, isu ini meluas lantaran sangat rawan dipolitisasi. Terlebih tahun 2018 dan 2019 adalah tahun politik dimana secara berurutan berlangsung pilkada serentak, pemilihan legislatif, dan pemilihan presiden," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Cagub nomor urut satu ini, dengan ditangkapnya pelaku penganiayaan dan perusakan tempat ibadah maka akan diketahui pula modus utama aksi tersebut. Apakah kriminal murni ataukah ada unsur dan tujuan lain.
"Saya khawatir jika insiden ini tidak diusut tuntas maka akan menimbulkan sikap saling curiga dan merusak keharmonisan antar warga masyarakat. Ini berbahaya karena rawan terjadi konflik horisontal," ucap Khofifah.
Khofifah berharap, masyarakat Jawa Timur mampu menahan diri, tidak terpancing dan terprovokasi aksi anarkis yang ingin memecah belah persatuan dan kesatuan di Jawa Timur.
Menurutnya, jika perpecahan terjadi di Jawa Timur maka akan sangat mahal sekali biayanya. Karenanya, akan merusak seluruh sendi tatanan kehidupan masyarakat Jawa Timur yang sejak dulu terkenal guyub dan rukun.
"Saya yakin orang Jawa Timur lebih dewasa dalam memandang sebuah persoalan dan lebih mengedepankan prinsip klarifikasi atau
tabbayun," ujar Khofifah.
Sebelumnya, paskah insiden pengerusakan Masjid di Tuban dan penyerangan kiai di Lamongan, yang dilakukan oleh orang gila, maka Polda Jawa Timur bersama Dinas Sosial (Dinsos) memburu keberadaan orang gila yang berkeliaran di jalan.
"Kami bekerja sama dengan Dinas Sosial masing-masing kabupaten atau kota, akan melakukan razia terhadap orang-orang gila yang berkeliaran di jalanan," tutur Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Frans Barung Mangera, Selasa (20/2).
PengamananKabid Humas mengaku juga melakukan kerjasama dengan TNI, khususnya koordinasi dengan Korem maupun Kodim untuk bersama sama memberikan pengamanan terhadap simbol agama maupun tokoh agama.
"Mengawal semua Pesantren. Apa kebutuhan Pesantren akan kita penuhi dalam rangka pengamanan," katanya.
Dia menegasakan bahwa dua kasus yang terjadi yakni peristiwa di Tuban dan Lamongan adalah bukan kasus penyerangan.
"Dimana terminologi penyerangan, seseorang atau kelompok yang datang kepada tempat tertentu untuk melakukan pengrusakan dan penganiayaan dan sebagainya," ucapnya.
Dia menceritakan, kasus di Tuban hanyalah orang yang ingin berobat kepada salah satu Gus. Karena pelaku sering berobat tapi menunggu dari pagi sampai semalam tidak dilayani sampai pagi, hasilnya dia merusak.
"Kasus Tuban itu adalah kasus yang paling betul-betul kentara sekali bahwa itu bukan penyerangan," ujarnya.
Sementara itu, kejadian di Lamongan adalah seseorang yang diminta menyingkir dari tempat ibadah, namun yang bersangkutan marah, dan mengejar kiai tersebut.
"Tidak ada penganiayaan. Yang ada hanyalah insiden yang sengaja dibesarkan. Kiai sendiri sudah menyatakan," tuturnya.
Dia menyampaikan, Polda Jatim beserta seluruh jajaran tidak mau
under estimate dengan kejadian tersebut. Polda Jatim juga berharap, media tidak melakukan pembentukan opini atas kasus ini. Menurutnya, ada yang sengaja mengusik ketentraman Jatim.
"Kami belum menyebutnya pihak lain, tetapi ada isu ini sengaja disebar itu jelas," ujarnya.
(eks/dik)