Jakarta, CNN Indonesia -- Komisioner Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi Pasaribu mengatakan bahwa pemberian bantuan terhadap korban aksi terorisme akan tetap dilakukan oleh pihaknya, bukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Hal ini diutarakan Edwin menanggapi pernyataan Kepala BNPT Suhardi Alius. Kepala BNPT itu sempat menyebut bahwa BNPT akan memberikan bantuan perawatan medis dan psikologis jika Revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme disahkan DPR.
"Saya rasa itu salah paham. Dalam RUU (Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme), soal saksi atau korban masih menjadi wewenang LPSK," tutur Edwin melalui pesan singkat kepada
CNNIndonesia.com, Kamis (22/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Edwin mengatakan bahwa dirinya bagian dari tim pembahasan Revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Menurutnya, dalam RUU tersebut tidak ada pelimpahan wewenang dari LPSK ke BNPT dalam aspek pemberian bantuan kepada korban terorisme.
"Tidak ada perubahan terkait LPSK yang tangani korban terorisme dan sudah disetujui panja (panitia kerja)," ucapnya.
Wewenang LPSK Di samping itu, Edwin juga mengatakan, wewenang LPSK menangani korban terorisme pun sudah jelas tercantum dalam Undang-Undang Nomor 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Hal itu tercantum dalam Pasal 6 ayat (1). Korban aksi terorisme, penyiksaan, kekerasan seksual, penganiayaan, serta korban perdagangan orang berhak mendapatkan bantuan medis dan rehabilitasi psikososial dan psikologis. Kemudian pada Ayat (2) dinyatakan bahwa bantuan yang dimaksud pada Ayat (1) diberikan berdasarkan keputusan LPSK.
"Salah satu prioritas yang dilindugi saksi atau korban adalah terorisme," katanya.
Sebelumnya, Kepala BNPT Suhardi Alius mengatakan bahwa pihaknya bakal memberikan bantuan berupa perawatan kepada korban aksi terorisme.
Nantinya, Pemberian bantuan akan dilakukan oleh BNPT melalui subdit pemulihan atau bukan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
"Namanya subdit pemulihan yang bertanggung jawab membantu teman-teman yang menjadi korban bisa difasilitasi haknya baik masalah sosial, psikologis, dan medis," ucap Suhardi di Kantor Majelis Ulama Indonesia, Rabu (21/2).
Suhardi mengatakan, pemberian bantuan oleh BNPT itu telah diatur dalam Revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang kini tengah dibahas di DPR.
Dalam RUU tersebut, kata Suhardi, BNPT tidak hanya menangani pelaku dengan melakukan deradikalisasi, tetapi BNPT juga bakal memberikan bantuan kepada para korban terorisme.
"Nah itu sudah masuk pada RUU dan sudah diketok palu tapi belum tuntas. Tapi pasal yang mengatur itu sudah ada," kata Suhardi.
(eks)