Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) nantinya legowo menerima putusan dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) soal keikutsertaan PBB di Pemilu 2019.
Dia meminta agar penyelenggara pemilu tak lagi mengajukan banding atas keputusan yang dibuat.
"Kalau sudah dimenangkan PBB mudah-mudahan KPU berjiwa besar tidak mengajukan lagi ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)," kata Yusril di depan massa yang melakukan unjuk rasa meminta PBB diikutkan dalam Pemilu, di depan kantor KPU RI, Jakarta, Jumat (2/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yusril optimistis PBB memenangkan gugatan atas KPU pada Minggu, 4 Maret mendatang. Dia menduga bakal ada demo lanjutan jika KPU kembali memperpanjang masalah ini.
"Ini bukan urusan pribadi ini urusan negara. Jadi kalau segalanya sudah memenuhi syarat jangan cari cari kesalahan lagi," ujar Yusril yang partainya sedang berproses dalam sidang adjudikasi dengan KPU di Bawaslu RI.
"Kita rekam seluruh persidangan bawaslu dan dihadiri wartawan. Kalau keputusan berbeda dari fakta terungkap itu akan menjadi pertanggungjawaban," tutup Yusril.
Sejumlah kader dan simpatisan Partai Bulan Bintang (PBB) melakukan aksi bela PBB di depan kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat, Jakarta, 1 Maret 2018. (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar) |
Dikonfirmasi terpisah, Ketua KPU Arief Budiman meminta semua pihak menghormati prosedur sistem penyelenggaraan pemilu di Indonesia. Ia mengatakan andai ada pihak yang tidak setuju, hendaklah sengketa diselesaikan di dalam ruangan.
"Kalau dia tidak puas dengan suatu kebijakan ruangnya sudah disediakan. Misalnya terhadap proses penetapan parpol peserta pemilu, ruangnya disediakan di tahap pertama di Bawaslu," kata Arief di Gedung KPU RI, Jakarta, Jumat (2/1).
Hal ini dikatakan Arief menyusul aksi demo sejumlah ormas Islam di depan kantor KPU. Ormas yang terlihat hadir berdemo di depan Kantor KPU adalah dari Front Pembela Islam (FPI), Persaudaraan Alumni (PA) 212 dan Front Ulama Indonesia (FUI).
Mereka menuntut KPU agar meololoskan PBB ke dalam peserta pemilu di pilpres 2019. Namun, Arief menekankan masih ada prosedural yng bisa dicapai jika massa tak puas dengan keputusan di sidang Bawaslu.
"Kalau tidak ruangnya masih ada lagi di Pengadilan Tinggi Usaha Negara (PTUN). Kalau tidak puas lagi, semua harus belajar untuk bisa menerima baik penyelenggara maupun peserta pemilunya," terang Arief.
Ketua KPU Arief Budiman (kedua kiri) bersama para Komisioner KPU lainnya. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Pendapat Ahli dari PBB di BawasluSementara itu, dalam lanjutan sidang adjudikasi PBB dan tergugat KPU di Bawaslu RI, saksi ahli dari pihak penggugat, Margarito Kamis, menyatakan KPU Papua Barat melanggar hukum karena menerbitkan lampiran berita acara yang tidak sesuai dengan hasil rapat pleno rekapitulasi verifikasi partai politik.
Pakar Hukum Tata Negara yang pernah menjadi Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara itu mengatakan, "Saya berpendapat, pertama, yang diucapkan dalam pleno itulah hukum. Maka lampirannya tidak boleh terpisah dari yang diucapkan dalam pleno."
Sebelumnya, Ketua KPU Papua Barat, Amus Atkana menyatakan bahwa 16 partai politik termasuk PBB memenuhi syarat verifikasi kabupaten/kota di Papua Barat. Amus mengucapkan hal tersebut dalam rapat pleno yang dihelat 12 Februari lalu.
Namun, dalam salinan lampiran berita acara, PBB dinyatakan tidak memenuhi syarat atau tidak sama dengan yang diucapkan dalam rapat pleno. Lampiran berita acara itu pun tidak diberikan pada rapat pleno, tetapi keesokan harinya yakni pada 13 Januari.
"Yang ditulis lain, maka mereka [KPU] dapat dari mana itu fakta itu? Itu yang saya bilang pelanggaran hukum," tutur Margarito usai sidang.
Margarito mengatakan, seharusnya KPU pusat lebih mengutamakan apa yang diucapkan dalam rapat pleno ketimbang salinan berita acara KPU Papua Barat. Alasannya, karena ucapan Ketua KPU Papua Barat dalam rapat pleno memiliki kekuatan hukum yang lebih tinggi dibanding salinan berita acara.
"KPU pusat menggunakan lampiran. itu di situ salahnya KPU. Maka itu yang saya maksud ada iktikad buruk," katanya.
Sebelumnya, KPU menyatakan PBB tidak memenuhi syarat untuk menjadi partai politik peserta pemilu 2019. Menurut KPU, PBB tidak memenuhi syarat keanggotaan pada tahap verifikasi di Kabupaten Manokwari Selatan, Papua Barat.
PBB lalu mengajukan gugatan ke Bawaslu. Tindak lanjutnya, Bawaslu menghelat sidang mediasi antara PBB dan KPU. Sidang adjudikasi antara PBB dan KPU akan diputus Bawaslu pada 5 Maret mendatang.