Jakarta, CNN Indonesia -- Inspektur Jenderal Heru Winarko resmi menjabat sebagai Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) usai dilantik Presiden Joko Widodo pada 1 Maret lalu. Mantan Deputi Penindakan KPK itu menggantikan Komisaris Jenderal Budi Waseso alias Buwas yang telah memasuki masa pensiun. Rencananya Heru akan melakukan serah terima jabatan dengan Buwas hari ini, Senin (5/3).
Analis Kebijakan Narkotik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat Yohan Misero mencatat ada lima pekerjaan rumah alias PR yang menjadi tanggung jawab Heru ke depan.
Pertama yakni menyetop penerapan hukuman mati dan tembak di tempat bagi para bandar narkotik. Yohan menilai penerapan hukuman mati itu tak efektif menekan angka peredaran narkotik di Indonesia. Bahkan dari data BNN sendiri, angka peredaran narkotik selalu meningkat tiap tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pendekatan represif yang menyalahi prosedur seperti tembak mati di tempat dan hukuman mati jelas-jelas adalah sebuah pelanggaran HAM haruslah dihentikan," ujar Yohan melalui keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com.
Seperti diketahui, Buwas termasuk pihak yang mendukung penuh hukuman mati bagi para bandar narkotik. Selama pemerintahan Presiden Joko Widodo terdapat 18 terpidana kasus narkotik yang dihukum mati.
Kemudian PR kedua yakni revisi UU 35/2009 tentang narkotika. Yohan mengatakan terdapat sejumlah kelemahan yang merugikan para penyalahguna narkotika saat ini.
"UU Narkotika saat ini masih mengkriminalisasi penguasaan dan pembelian narkotika dalam jumlah kecil yang sangat wajar dilakukan pengguna narkotika," katanya.
Aturan itu, lanjut dia, juga belum mengatur tentang penggunaan narkotika golongan I untuk kesehatan. "Hal ini sepatutnya jadi perhatian Kepala BNN baru untuk ikut mereformasi kebijakan narkotika Indonesia," imbuh Yohan.
Pekerjaan untuk Heru selanjutnya adalah menolak masuknya pasal-pasal narkotika dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Menurut Yohan, poin pasal yang dimasukkan dalam RKUHP hanya menyalin dari UU Narkotika yang sudah ada saat ini.
Penyatuan ketentuan pidana dalam satu UU ini dikhawatirkan berujung pada hilangnya hak rehabilitasi bagi pengguna narkotika dan kewenangan BNN dalam upaya pemberantasan.
"Diharapkan Kepala BNN yang baru ini dapat menyampaikan pada publik betapa bahayanya RKUHP bagi situasi narkotika di Indonesia," tuturnya.
Kemudian pekerjaan rumah berikutnya adalah memaksimalkan pencucian uang untuk membuka jaringan peredaran narkotik. Pengalaman Heru bekerja di KPK, menurut Yohan, semestinya membuat jenderal bintang dua itu lebih memahami bagaimana bisnis ilegal itu berjalan.
Di sisi lain, lanjutnya, Heru bisa menerapkan pengalamannya selama memberantas korupsi dalam penanganan narkotika. Yohan meyakini bisnis ilegal seperti narkotika tak pernah berdiri sendiri dan selalu dilindungi oleh pihak yang memiliki jabatan atau wewenang resmi.
"Ini yang perlu diawasi oleh Heru. Perlu ada kerja sama juga dengan KPK untuk membersihkan oknum-oknum korup dari lembaga-lembaga yang sering terlibat dalam penegakan hukum narkotika seperti BNN, Polri, Kejaksaan Agung, MA, Kemenkumham, juga militer, dan bea cukai," ucapnya.
Heru adalah lulusan Akademi Kepolisian 1985 yang malang melintang di sejumlah jabatan reserse. Pria yang memiliki kemampuan memainkan alat musik drum ini pernah menjabat sebagai Kapolres Metro Jakarta Pusat, Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim, dan Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim.
Dia juga pernah menjabat sebagai Asisten Deputi IV Keamanan Nasional Kemenko Polhukam, Kapolda Lampung, serta Staf Ahli Bidang Ideologi dan Konstitusi Menko Polhukam.
Berdasarkan data jabatan tersebut, Heru sebenarnya tidak memenuhi syarat calon Kepala BNN sebagaimana diatur dalam Pasal 69 huruf e Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Aturan pasal itu berbunyi, "Berpengalaman paling singkat lima tahun dalam penegakan hukum dan paling singkat dua tahun dalam pemberantasan narkotik".
(gil)