Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali menyebut tahun 2017 menjadi tahun pembersihan bagi MA dan badan peradilan di bawahnya. Tahun ini, menurut Hatta, MA menitikberatkan pembersihan di lembaga peradilan dari berbagai tindakan oknum aparatur peradilan yang berpotensi merusak citra dan martabat lembaga peradilan.
"Tahun 2017 ini bisa dikatakan sebagai tahun pembersihan bagi Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya," kata Hatta dalam Refleksi Akhir Tahun Mahkamah Agung di Gedung MA, Kamis (28/12).
Ia menyebut, MA tidak main-main dalam melakukan upaya pembersihan tersebut. Untuk itu, MA secara langsung melibatkan KPK dalam upaya menangkap dan menindak oknum aparatur peradilan yang melakukan tindakan suap dan jual beli perkara di pengadilan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hasilnya, dua hakim dan satu panitera pengganti berhasil ditangkap oleh KPK atas pertukaran informasi yang dilakukan antara Mahkamah Agung dengan KPK," ujarnya.
Di sisi lain, kata Hatta, MA juga menerapkan sistem pengawasan terselebung yang disebut dengan
mistery shopper. Sistem tersebut bekerja dengan cara menerjunkan sejumlah orang yang telah dilatih secara khusus untuk melakukan penyamaran ke pengadilan-pengadilan.
Melalui sistem
mistery shopper, orang-orang yang telah dilatih secara khusus tersebut diharapkan dapat menyusup dan menangkap tangan para pejabat dan aparatur peradilan yang melakukan pungutan liar (pungli) dan jual beli perkara.
MA, lanjut Hatta juga menjatuhkan sanksi tegas bagi oknum aparatur yang terbukti melakukan pelanggaran. Selain itu, MA juga akan mencopot pejabat sebagai atasan langsungnya secara berjenjang jika terbukti lalai dalam pembinaan dan pengawasan.
Hal tersebut menurut dia, yelah diatur dalam Peraturan MA Nomor 8 Tahun 2016 dan Maklumat MA Nomor 1 Tahun 2017.
"Ini merupakan konsekuensi dari sistem pengawasan melekat secara berjenjang yang diterapkan di lingkungan Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya," tutur Hatta.
Hatta menyampaikan, MA juga akan terus meningkatkan sistem pengawasan dan mengoptimalkan regulasi terkait pengawasan dengan tujuan untuk mempersempit potensi pelanggaran yang dilakukan oleh para hakim.
Pihaknya pun tidak akan memberikan toleransi kepada aparatur peradilan yang terbukti melakukan pelanggaran dan akan segera memberikan sanksi tegas terhadap oknum tersebut.
"Bagi yang tidak bisa dibina, terpaksa akan dibinasakan, agar virusnya tidak menyebar ke yang lain," ucapnya.
Kendati demikian, Ia mengaku tindakan tersebut tak akan dilakukan sewenang-wenang dan akan mempertimbangkan seberapa besar kesalahan yang dilakukan dan sanksi apa yang pantas diberikan.
"Tidak asal main sikat saja, kesalahan kecil kami berhentikan habis nanti pegawai kami, semua kami ukur berdasarkan kesalahan yang dilakukan," kata Hatta.
Ke depannya, Hatta berharap tidak ada lagi pejabat maupun aparatur peradilan yang tertangkap lagi oleh KPK maupun diperiksa oleh Badan Pengawas MA.
Di tahun ini, setidaknya ada sejumlah hakim dan panitera pengganti yang tertangkap oleh KPK. Mereka, yakni Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Tarmizi, Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Bengkulu Dewi Suryana, Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Tipikor Bengkulu Hendra Kurniawan, serta Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara Sudiwardono.
(agi)