Jakarta, CNN Indonesia -- Polemik akibat sejumlah larangan dalam berkendara yang dikeluarkan kepolisian diminta untuk dihentikan karena membingungkan masyarakat. Aturan itu pun dianggap bentuk salah tafsir perundangan. Polri juga diminta satu suara.
"Buat apa dibahas lagi. [Aturan] itu ngawur, hanya salah menafsirkan undang-undang. Pernyataan Kakorlantas sudah menyatakan itu, tidak perlu dibahas lagi, sudah bilang 'salah ya salah'," kata pengamat kebijakan publik Agus Pambagio, kepada
CNNIndonesia.com, Rabu (7/3).
UU yang dimaksudnya adalah UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Pada Pasal 106 ayat 1 UU LLAJ disebutkan bahwa, "Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasal itu digunakan oleh Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya untuk melarang
pengendara menggunakan ponsel dan
Global Positioning System (GPS), mendengarkan musik, dan merokok. Bagi yang melanggara akan ditilang. Namun, internal kepolisian pun berbeda suara terkait larangan-larangan tersebut.
Polemik diawali dengan pernyataan Kepala Subdirektorat Pembinaan dan Penegakan Hukum Dirlantas Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Budiyanto yang mengaku akan memberikan sanksi kepada pengendara yang merokok saat mengemudi.
"Penuh konsentrasi artinya tidak boleh melakukan suatu kegiatan atau dipengaruhi kegiatan yang mengurangi konsentrasi, misal memakai HP, capek, lelah, dipengaruhi alkohol, narkotik, termasuk merokok," katanya ketika dihubungi
CNNIndonesia.com, Kamis (1/3).
Tak berselang lama, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono justru mengatakan merokok dan mendengarkan musik masih boleh dilakukan asalkan tidak mengganggu pengguna jalan.
Kepolisian juga memperbolehkan para pengendara untuk mendengarkan musik di jalan raya. Dengan catatan, volumenya tidak terlalu keras. Menurut Argo, mendengarkan musik di tengah kemacetan bisa berfungsi sebagai pengurang stres.
Pihak Dirlantas Polda Metro Jaya kemudian menambahkan larangan penggunaan GPS lewat ponsel. Alasannya kurang lebih sama, yakni bisa mempengaruhi konsentrasi pengguna jalan.
 Ilustrasi penggunaan GPS saat berkendara. ( Foto: REUTERS/Nir Elias) |
Namun, Direktur Keamanan dan Keselamatan Korps Lalu Lintas Polri Mabes Polri Brigadir Jenderal Chryshnanda Dwilaksana mengatakan bahwa penggunaan GPS saat aktivitas memgemudi masih boleh dilakukan.
Menurut dia, yang dilarang adalah memperhatikan aplikasi GPS di telepon genggam pada saat mengemudi. Pengendara, katanya, bisa mengikuti navigasi suara saat mencari jalan dan tidak terpaku pada layar ponsel.
"Kan yang namanya GPS itu ada suaranya. Yang dibutuhkan itu petunjuknya (suara penunjuk arah). Nah lebih bahaya lagi kalau berkendara sekalian SMS dan sebagainya," kata Chryshnanda kepada CNNIndonesia.com, Selasa (6/3).
Dikutip dari laman korlantas.polri.go.id, Kepala Korps Lalu Lintas Polri Inspektur Jenderal Royke Lumowa menyebut bahwa tidak ada larangan terhadap aktivitas-aktivitas di atas.
"Tidak ada larangan merokok saat berkendara. Itu tidak benar," cetusnya.
Namun dia tak menampik, bahwa ada satu hal yang dilarang saat mengemudi mengenai pemanfaatan fitur hiburan di dalam mobil.
"Yang dilarang itu adalah sopir menonton video atau tv sambil menyetir, kalau mendengarkan radio atau musik tidak dilarang" tambahnya.
Warga BingungSalah satu pengemudi kendaraan aplikasi online, Agung, mengaku bingung dengan keterangan pihak kepolisian yang berubah-ubah.
"Pastinya saya bingung karena seperti tidak ada bahan untuk menggodok kinerja mereka karena polisi sendiri bingung dan begitu juga bagi pengguna musik, GPS, perokok yang makin linglung," ujarnya.
Selain itu, dia tak sepakat dengan pelarangan penggunaan GPS dilarang karena alat tersebut vital dalam pekerjaannya.
"GPS itu sangat dibutuhkan
driver online maupun pengguna yang bukan
driver online, karena sangat membantu akan ketidaktahuan antar lokasi yang akan dituju," kata Agung.
Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Halim Pagarra membantah pihaknya kebingunan dan inkonsisten dalam menerapkan aturan.
"Tidak ada inkonsisten. Semua sesuai dengan Pasal 106 ayat 1 Undang-undang Nomor 22 tahun 2018. Masalah mendengarkan musik dan merokok bukan pelanggaran lantas untuk GPS juga bisa digunakan. Yang salah jika menggunakan
handphone saat berkendara," tuturnya.
Agus Pambagio menimpali, polemik tersebut sebaiknya diakhiri. Polri mesti satu suara dengan UU dan atasannya.
"Kan Pak Korlantas sudah bilang kalau itu sudah selesai. Enggak ada [polemik]. UU Lalu Lintas Nomor 22 itu [aturan] tertinggi," kata Agus.
(arh/sur)