Jakarta, CNN Indonesia -- Kapolri Jendral Tito Karnavian menyebut bahwa pihaknya mendeteksi sisa mantan anggota kelompok Saracen yang tinggal di Hongkong diduga bekerjasama dengan The Muslim Cyber Army (MCA) Family untuk memproduksi konten berita bohong (hoaks) soal penyerangan tokoh agama.
"Siapa menaikkan isunya (penyerangan tokoh agama) mereka mengkait dan bekerjasama satu sama lain. Terkait juga dengan sisa Saracen yang ada di Hongkong itu terkait isu ini," kata Tito di Gedung PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Jumat (9/3).
Tito lanjut mengatakan bahwa kedua kelompok itu bertugas untuk memproduksi kabar hoaks, ujaran kebencian yang bernuansa SARA di media sosial.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu ulah nyata kelompok ini dengan menerbitkan kabar hoaks adanya penyerangan sistematis terhadap ulama yang dilakukan oleh kelompok Partai Komunis Indonesia (PKI).
"Publik terpengaruh opini bahwa telah terjadi penyerangan yang sangat sistematis dengan target ulama. Dan kemudian kambing hitamnya terhadap kelompok tertentu, PKI," jelas Tito.
Kedua kelompok tersebut, kata Tito, memiliki kesamaan motif politik dengan cara menggiring opini masyarakat yang bermuara para proses mendelegitimasi kerja pemerintahan dan berujung pada pergantian kekuasaan.
"Tujuannya agar Pemerintah dianggap tidak kredibel kemudian supaya nanti ada pergantian pemerintahan dan lain-lain. Berarti motif politik," kata Tito.
Kelompok Pro Khilafah Ambil KeuntunganTito mengatakan bahwa kelompok pro ideologi khilafah mengambil keuntungan secara politik terhadap merebaknya kabar hoaks seputar penyerangan tokoh agama.
"Dan kita juga melihat ini terkait dengan kelompok-kelompok yang tidak nyaman dengan sistem negara ini. Contoh kelompok khilafah," tambah Tito.
Ia mengatakan bahwa di tahun politik 2018 ini, kelompok tersebut terus menerus memanfaatkan momentum dengan menggunakan kabar hoaks untuk mendelegitimasi sistem dan pemerintahan Indonesia yang sah.
"Umat Muslim, kalau dipancing dengan isu itu sangat mudah tersulut, apalagi menyangkut ulama, tempat ibadah, pengurus masjid, itu isu yg gampang membakar emosional dan itulah target dari kelompok ini," pungkas Tito.
Sebelumnya, Tito menerangkan, hanya ada tiga dari 46 isu penyerangan ulama yang benar terjadi.
Selebihnya, menurut Tito, merupakan hoaks dan peristiwa yang dipelintir dengan menyebut korban merupakan ulama.
Menurutnya, tiga peristiwa penyerangan ulama yang benar terjadi itu adalah penyerangan Umar Basri di Cicalengka l, Jawa Barat; Prawoto di Bandung, Jawa Barat; dan Hakam Mubarok di Lamongan Jawa Timur.
"Dari 46 kasus ini kita berpendapat bahwa riil kasus yg terjadi ada 3, itu yang terjadi di Jawa Barat dan Jawa Timur, 5 rekayasa dan selebihnya tidak ada," kata dia.
(wis)