Jakarta, CNN Indonesia -- Gubernur nonaktif Sulawesi Utara Nur Alam memohon majelis hakim membebaskan dirinya dari tuntutan 18 tahun penjara terkait korupsi izin tambang yang didakwakan padanya. Nur Alam mengklaim tak melakukan perbuatan yang menimbulkan kerugian negara.
"Saya tidak makan satu sen pun uang negara. Biar bagaimana pun saya sedikit sudah berjasa bagi negara," ujar Nur Alam saat membacakan pledoi atau nota pembelaan atas kasus korupsi izin tambang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (15/3).
Nur Alam sebelumnya dinilai terbukti melakukan korupsi Rp2,78 miliar terkait pemberian izin usaha tambang kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengaku kecewa dengan tuntutan jaksa yang terbilang tinggi. Jika dibandingkan dengan kasus korupsi lainnya, Nur Alam merasa tuntutan itu tidak adil.
"Mereka jelas-jelas korupsi besar, tapi saya tidak mengurangi uang negara. Saya sudah memberi keuntungan negara dari pajak, maka tidak adil jika dibandingkan dengan tuntutan korupsi lain yang lebih kecil," katanya.
Kendati demikian, Nur Alam mengaku hanya bisa pasrah dengan tuntutan tersebut. Ia memohon agar majelis hakim dapat menjatuhkan hukuman yang ringan dan sepadan dengan apa yang diperbuat.
"Saya anak Indonesia yang sudah berkontribusi kepada bangsa dan negara. Kiranya majelis hakim berkenan bebaskan saya dari segala tuntutan penuntut umum," ucap Nur Alam.
Dalam tuntutan jaksa, Nur Alam dianggap menyebabkan kerusakan lingkungan di Blok Malapulu Pulau Kabaena Kabupaten Bombana dan Kabupaten Buton. Selain itu, Nur Alam juga dianggap tidak memberikan teladan bagi masyarakatnya dengan melakukan tindak pidana korupsi.
Jaksa menyatakan Nur Alam terbukti menyetujui Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eskplorasi padahal sesuai Surat Edaran Dirjen Minerba Kementerian ESDM menyatakan bahwa penerbitan IUP baru sebelum ada Peraturan Pemerintah dihentikan sementara.
Selain korupsi, jaksa juga menilai Nur Alam terbukti menerima gratifikasi senilai US$4,49 juta atau setara dengan Rp40,26 miliar selama menjabat sebagai gubernur Sultra dua periode.
Gratifikasi itu diterima dari hasil penjualan nikel ke Richcorp International Ltd melalui investasi di AXA Mandiri. Uang itu kemudian digunakan untuk membuat polis asuransi dengan premi berkala Rp20 miliar per tahun
(sur)