Jakarta, CNN Indonesia -- Partai Demokrat tengah berupaya meningkatkan elektabilitasnya menjelang Pemilihan Umum 2019. Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang gagal di Pilkada DKI Jakarta didapuk jadi komandan baru untuk memenangi Pemilu.
AHY ditunjuk jadi Komandan Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat. Seiring dengan penunjukan ini, nama putra sulung Susilo Bambang Yudhoyono itu juga ikut terkerek. Namanya disebut sebagai salah satu kandidat kuat untuk jadi calon wakil presiden.
Tak cuma jadi komandan untuk memenangi Pilkada 2018 dan Pemilu 2019, AHY dalam beberapa kesempatan juga jadi ujung tombak demokrat. Ia dipercaya mengambil nomor urut undian peserta Pemilu 2019. Terakhir ia juga diberikan mimbar untuk menyampaikan pidato politik dalam Rapat Kerja Nasional Partai Demokrat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia diberi kesempatan untuk berpidato panjang lebar mengenai banyak hal, termasuk misi yang akan ditempuh Demokrat selanjutnya.
Mengembalikan nama besar Demokrat di kancah politik nasional jelas bukan tugas mudah. Direktur Eksekutif Indo Barometer, Muhammad Qodari menyatakan dibutuhkan ketokohan yang kuat untuk menaikan elektabilitas sebuah parpol.
AHY memang punya elektabilitas, namun dinilai belum cukup. Selain itu, AHY juga saat ini tak punya panggung agar namanya terus disorot.
"Tidak mudah dan berat," kata Qodari kepada
CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Minggu (18/3).
Qodari juga mengatakan, butuh waktu yang tak singkat untuk mengerek elektabilitas sebuah partai politik. Padahal, Pemilu sudah di depan mata.
Karen itu menurutnya, Demokrat tidak bisa memiliki target yang muluk perihal peningkatan elektabilitas dalam waktu dekat.
Qodari mengingatkan bahwa elektabilitas AHY masih berkutat pada angka 2-3 persen. Menurutnya, angka tersebut sangat kecil untuk meningkatkan elektabilitas partainya jelang Pemilu 2019. Qodari berasumsi demikian merujuk dari hasil Pemilu 2004 dan Pemilu 2009 silam.
Pada Pemilu 2004, Demokrat berhasil meraih suara 7,45 persen atau peringkat kelima perolehan suara nasional. Hal itu merupakan pencapaian yang tidak biasa bagi sebuah partai baru. Keberhasilan itu, kata Qodari, tak lepas dari tingginya elektabilitas SBY sebagai seorang tokoh partai.
Qodari lalu mengatakan bahwa elektabilitas AHY hari ini sangat timpang dengan SBY pada Pemilu 2004. Dengan demikian, Demokrat tidak bisa memasang target yang terlalu tinggi pada Pemilu 2019.
Qodari kemudian merujuk kepada hasil Pemilu 2009. Kala itu, Wiranto yang masih menjabat sebagai Ketua Umum Hanura memiliki elektabilitas sekitar 9 persen. Namun, Hanura hanya meraih 3,77 persen suara nasional pada Pemilu 2009.
Qodari mengatakan korelasi antara elektabilitas Wiranto dengan perolehan suara Hanura tersebut, merupakan bukti bahwa Demokrat tidak bisa menargetkan peningkatan elektabilitas signifikan dengan elektabilitas AHY yang masih kecil.
"Kalau SBY tahun 2009, jangan ditanya. Itu kelas berat. SBY kuat banget sampai Demokrat dapat 21 persen suara. Bayangkan," katanya.
"Jadi, 2019 ya sulit bagi Demokrat untuk menaikkan elektabilitas secara signifikan," lanjut Qodari.
Qodari juga menjelaskan, bahwa jabatan yang diemban AHY sebagai Komandan Kogasma bukan jabatan biasa. Qodari mengamini bahwa jabatan tersebut memang dapat meningkatkan elektabilitas AHY sebagai seorang figur partai.
Dengan jabatan itu AHY akan sering disorot oleh masyarakat dan media massa. Namun, Qodari melihat jabatan tersebut tidak lantas akan langsung meningkatkan elektabilitasi AHY secara pesat.
"Kalau saya melihat, Kogasma itu hanya sekadar mempertahankan popularitas AHY setelah Pilkada DKI agar tidak hilang saja," katanya.
 Komandan Kogasma Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Butuh Panggung BagusQodari mengatakan bahwa Demokrat harus bersabar jika ingin meningkatkan elektabilitasnya secara signifikan. Demokrat sebaiknya tidak memiliki target yang muluk pada Pemilu 2019.
Elektabilitas Demokrat, kata Qodari, baru bisa naik melesat pada Pemilu 2024 mendatang. Itu pun jika Demokrat memiliki aktor sekaligus panggung selama 2019-2024.
"Aktor yang bagus dan panggung. Dua itu harus dimiliki partai untuk meningkatkan elektabilitas," kata Qodari.
Sejauh ini, AHY sudah ditunjuk Demokrat sebagai menjadi aktornya. Maka yang dibutuhkan Demokrat sekarang adalah panggung. Menurut Qodari, Demokrat mesti mencarikan panggung untuk AHY selama 2019-2024. Jika tidak, elektabilitas AHY tidak akan naik secara siginifikan pada 2024 yang berdampak pada elektabilitas Demokrat tak akan beranjak.
Qodari menjelaskan bahwa panggung yang dimaksudnya, yakni suatu jabatan strategis di luar partai. AHY mesti diberikan panggung sekelas menteri untuk menunjukkan kapasitasnya kepada publik.
"Kalau panggung sebagai kepala daerah kan sudah gagal di Pilkada DKI. Nah, 2019 nanti ya Demokrat sebaiknya usahakan menteri untuk AHY," katanya.
Menurut Qodari, jabatan menteri merupakan panggung yang sangat baik AHY utuk meningkatkan elektabilitasnya. Khususnya posisi menteri yang tugas-tugasnya bersifat teknis, bukan seperti posisi yang sifatnya menteri koordinator.
Qodari menilai menteri koordinator tidak akan menjadi ruang yang bagi AHY untuk bermanuver dan menunjukkan kapasitasnya kepada publik.
Qodari yakin AHY akan meningkat pesat elektabilitasnya jika menjadi menteri selain menteri koordinator. Qodari berasumsi demikian merujuk dari popularitas Menteri Kelautan dan Perikanan saat ini, Susi Pudjiastuti.
"Menteri perikanan itu baru Bu Susi yang popluer dibanding menteri-meteri perikanan sebelumnya," ucap Qodari.
Selain Susi, Qodari juga menganggap Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin pun cukup populer di mata masyarakat dibanding menteri-menteri agama sebelumnya. Qodari mengatakan sebaiknya Demokrat juga melihat bagaimana popularitas melekat pada diri Susi dan Lukman karena memiliki panggung.
"Percuma kalau partai politik punya aktor tapi enggak punya panggung," katanya.
Apabila telah memiliki panggung, kata Qodari, selanjutnya tinggal bagaimana AHY memaksimalkan itu. Demokrat pun mesti turut menyokong penuh AHY dari belakang.
(osc/sur)