Jakarta, CNN Indonesia -- Terdakwa kasus korupsi e-KTP Setya Novanto alias Setnov meminta agar tuntutannya diringankan. Hal ini disampaikan Setnov kepada majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta sesaat sebelum sidang ditutup.
"Saya berharap majelis hakim memberikan tuntutan yang seringan-ringannya dan seadil-adilnya kepada saya," kata Setnov di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (22/3).
Setnov masih kukuh dirinya sama sekali tidak menerima uang korupsi e-KTP. Ia mengaku tak sadar sedang dimanfaatkan perseorangan untuk mendapatkan keuntungan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu semua kesalahan saya karena saya lengah," ujar pria yang menjabat Ketua Fraksi Golkar saat proyek e-KTP di Kementerian Dalam Negeri berlangsung.
Di dalam persidangan, Setnov pun mengaku hanya bertujuan untuk memberikan dukungan kepada program pemerintah mengadakan e-KTP.
"Tujuan saya hanya ingin mendukung program prioritas pemerintah secara sukses dan saya terseret jauh dalam persoalan ini," katanya.
Tim kuasa hukum Setnov, Maqdir Ismail menganggap kliennya sudah bersikap kooperatif dalam persidangan.
Dia mengungkapkan Setnov sudah berbicara apa adanya dan membeberkan sejumlah nama.
"Karena itulah beliau putuskan untuk membuat pengakuan seperti yang tadi disampaikan, yaitu antara lain bahwa dia mendengar dari Oka ada sejumlah orang yang terima uang," ujar Maqdir.
Dalam sidang hari ini, Setnov mengungkapkan ada tujuh nama politikus menerima uang dari kucuran dana e-KTP, dua di antaranya adalah politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Puan Maharani dan Pramono Anung.
Puan dan Pramono disebut Setnov menerima 500 ribu dolar Singapura. Setnov juga mengatakan mengetahui informasi soal Puan dan Pramono dari keterangan Made Oka Masagung. Selain Puan dan Pramono, Setnov menyebut Mekeng menerima US$1,4 juta, Olly US$1,2 juta, Tamsil US$700 ribu, Chairuman US$584 ribu dan Rp26 miliar, serta Ganjar US$520 ribu. Dalam sidang sebelumnya, nama-nama itu telah membantah menerima uang dari proyek e-KTP.
(wis/kid)