Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo setuju apabila Komisi Pemilihan Umum (KPU) menerbitkan peraturan KPU (PKPU) baru tentang pergantian calon kepala daerah yang terjerat masalah hukum di tengah-tengah gelaran Pilkada serentak 2018. Hal ini disampaikannya karena pemerintah tak akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait pergantian calon kepala daerah yang jadi tersangka.
"Kemendagri prinsipnya mendukung langkah KPU untuk mengeluarkan PKPU," ucap Tjahjo melalui pesan singkat kepada wartawan, Senin (26/3).
Tjahjo mengatakan penerbitan PKPU baru cenderung lebih rasional daripada menerbitkan Perppu untuk mengatasi masalah maraknya calon kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka oleh penegak hukum, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penolakan usulan Perppu itu, kata Tjahjo, merujuk dari parameter objektif sebagaimana dimaksud putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138 tahun 2009.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan putusan MK itu merumuskan tiga syarat penerbitan Perppu. Pertama, ada keadaan atau kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan hukum. Kedua, undang-undang yang dibutuhkan belum ada sehingga ada kekosongan hukum. Ketiga, kekosongan hukum tidak dapat diatas dengan pembuatan undang-undang karena membutuhkan waktu yang lama, sementara keadaan sudah sangat mendesak untuk diberikan solusi.
Tjahjo lalu menilai problem teknis yang dihadapi KPU saat ini sudah ada rujukan hukumnya yakni Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah dan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Dengan demikian, syarat untuk menerbitkan perppu, sebagaimana putusan MK, tidak akan dapat terpenuhi karena tidak ada kekosongan hukum.
KPU, kata Tjahjo, hanya perlu menerbitkan PKPU baru dengan berkiblat kepada dua undang-undang tersebut. Dengan kata lain, tidak perlu ada perppu.
"Untuk itu solusinya lebih tepat diberikan oleh KPU melalui peraturan KPU," imbuh Tjahjo.
Sebelumnya pada 13 Maret lalu, Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, menyarankan pemerintah untuk menerbitkan Perppu. Menurut Saut, langkah itu lebih baik daripada pemerintah meminta KPK menunda mengumumkan calon kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka.
"Lebih elegan solusinya bila sebaiknya pemerintah membuat Perppu pergantian calon terdaftar bila calon tersebut tersangkut pidana," ucap dia, melalui pesan singkat kepada
CNNIndonesia.com (13/3).
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini memberi tiga usul kepada KPU terkait calon kepala daerah berstatus tersangka. Pertama, mengubah PKPU terkait mekanisme pergantian calon kepala daerah yang terjerat kasus hukum. Kedua, penerbitan perppu. Ketiga, revisi terbatas terhadap Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada.
Di satu sisi, Ketua KPU Arief Budiman menyatakan belum ingin menjalankan usul dari sejumlah pihak soal calon kepala daerah berstatus tersangka itu begitu saja. KPU, kata dia, perlu melakukan kajian mendalam terlebih dahulu terutama merujuk kepada Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Ia beralasan andai lembaganya mengatur hal yang tidak ada dalam undang-undang, maka PKPU tersebut berpotensi digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Akibat terburuknya, PKPU dibatalkan MK.
"Ketika PKPU di-
judicial review bisa kalah kalau kita enggak punya argumentasi yang kuat, jadi KPU belum ambil sikap soal itu," katanya.
 Arief Budiman. (CNN Indonesia/Andry Novelino) |
Tak Terbitkan PerppuAdapun Tjahjo memastikan pemerintah tak akan menerbitkan Perppu untuk penggantian calon kepala daerah yang terjerat kasus pidana karena pembahasannya akan panjang dan perlu mendapatkan suara pula dari DPR setelahnya. Selain saat ini bukan dalam keadaan genting dan memaksa sebagaimana syarat Perppu, pembahasan panjang dengan DPR merupakan masalah lain kenapa pemerintah tidak akan menerbitkan Perppu.
"Kalau harus lewat Perppu kan dibahas panjang dengan DPR lagi. Apalagi harus mengubah UU. Bukan kondisi darurat juga," ujar Tjahjo di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (26/3).
Sesuai ketentuan, penerbitan Perppu dapat dilakukan ketika negara dalam kondisi genting atau darurat. Tjahjo mengatakan kondisi itu disebut darurat jika terjadi gangguan dari berbagai aspek.
"Mengganggunya tidak hanya dari satu aspek tapi ada aspek penegakan hukum, kepentingan parpol maupun calon independen. Tapi kan kuncinya di masyarakat," katanya.
Berkaca dari pilkada sebelumnya, calon kepala daerah yang terjerat kasus pidana tetap memperoleh suara terbanyak dan dilantik.Setelah itu, calon yang menang langsung dinonaktifkan dan digantikan wakilnya.
Alih-alih menerbitkan Perppu, Tjahjo menilai aturan soal calon kepala daerah yang terjerat kasus sepenuhnya menjadi kewenangan KPU. Menurutnya, KPU bisa membuat ketentuan melalui Peraturan KPU.
"Ini yang menentukan adalah KPU karena ini akan mengganggu tahapan atau tidak. Kami tidak punya inisiatif untuk Perppu atau usul DPR atau mengubah UU," tuturnya.
(osc/kid)