Ombudsman, Lembaga Pengawas Tanpa 'Taji'

Arif Hulwan Muzayyin | CNN Indonesia
Kamis, 29 Mar 2018 22:35 WIB
Ombudsman RI jadi sorotan setelah mengultimatum Anies Baswedan. Namun, ancaman itu dibayangi keraguan karena banyak instansi yang mengabaikan lembaga tersebut.
Gedung Ombudsman RI, Jakarta, 2017. (Foto: CNNIndonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Keberadaan Ombudsman RI kembali mendapat perhatian setelah lembaga pengawas pelayanan publik itu mengeluarkan ultimatum kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan soal penataan kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Dalam pernyataan sikapnya baru-baru ini, Ombudsman perwakilan Jakarta Raya mengancam bakal mengeluarkan rekomendasi membebastugaskan Anies jika tak juga membuka Jalan Jatibaru Raya yang masih ditutup sebagai imbas penataan Tanah Abang.

Ancaman Ombudsman itu dibayangi keragu-raguan karena banyak instansi pemerintahan yang mengabaikan saran atau rekomendasi lembaga itu.

Hal itu diakui sendiri oleh Komisioner Ombudsman Adrianus Meliala, pada awal Maret. Menurutnya, hal itu lantaran pengetahuan pejabat pemerintah di beberapa wilayah tentang profil dan kewenangan Ombudsman masih minim.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sekarang (instansi) yang tidak mau berubah, memang yang menyimpan sesuatu yang layak untuk diurus oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan lain sebagainya," kata Adrianus.

Sementara Teten Masduki, mantan anggota Komisi Ombudsman Nasional (KON) yang merupakan cikal bakal Ombudsman RI, mengakui bahwa sejak awal didirikan lembaga ini menuai sikap skeptis dari banyak kalangan.

"Banyak pihak yang meragukan efektivitas Ombudsman mengingat rekomendasi-rekomendasi Ombudsman bukan merupakan putusan pengadilan yang mengikat secara hukum," tulis Teten sebuah makalah.

Rekomendasi Ombudsman memang tak mengikat secara hukum. Adapun kewenangan lembaga ini sebatas melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap pejabat publik, permintaan dokumen, memberi saran kepada Presiden, kepala daerah, dan parlemen.

Tetapi, terlepas dari keterbatasan itu, aduan kepada Ombudsman faktanya terus meningkat dari tahun ke tahun. 

Pada tahun 2001 saat masih bernama KON, tercatat ada 511 pengaduan masyarakat. Porsinya, 45 persen pengaduan terkait lembaga peradilan, kepolisian 11 persen, dan instansi pemerintah lain tujuh persen.

Pada 2011, laporan pengaduan meningkat menjadi 1.867. Secara berturut-turut, tahun-tahun berikutnya laporan mencapai menjadi 2.209 berkas, 5.173 pengaduan, 6.678 pengaduan, dan 6.859 berkas.

Peningkatan signifikan terjadi pada 2016. Yakni, mencapai 9.030 laporan. Ketika itu, Ombudsman juga menyertakan pengaduan melalui surat tembusan dari lembaga lain di luar laporan langsung. Jumlahnya mencapai 1.446 laporan.

Sementara pada 2017, laporan ke ORI mencapai 8.136. Rinciannya, 2.762 laporan pada triwulan I (Januari-Maret, 1.565 laporan pada triwulan II, angka laporan mencapai 1.985 triwulan III, dan 1.824 pengaduan pada triwulan IV.

Anggota Masyarakat Peduli Pelayanan Publik (MP3) Hendrik Rosdinar menilai ada peningkatan kinerja Ombudsman pada periode pimpinan 2016-2021. Kuncinya, pertama, tidak sembarangan mengeluarkan rekomendasi dan membuat rekomendasi itu bermakna.

"Ombudsman cukup berhasil menjadikan rekomendasi sebagai mahkota mereka," ucapnya.

Kedua, berani 'menggeliat' dengan mengambil kasus-kasus besar dan melibatkan aktor-aktor politik.

Menurut Hendrik, hal ini penting untuk membuka mata masyarakat. Syaratnya, perlu ada kehati-hatian dalam mengambil sikap.

"[Ombudsman] ingin menunjukkan bahwa mereka ada dan memang ingin memberikan dampak luas ke masyarakat," ujar dia.

Ancaman Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya kepada Gubernur Anies tampak sesuai dengan apa yang disampaikan Hendrik. Dalam konteks ini, Ombudsman turun menangani kasus yang mendapat sorotan besar sekaligus melibatkan aktor besar.

Tetapi penanganan kasus besar saja tak cukup meningkatkan kinerja Ombudsman. Hendrik menyebut hal lain yang turut mempengaruhi peningkatan kinerja adalah kemampuan Ombudsman bersikap tegas terhadap lembaga yang terkesan tidak menghargai mereka.

Salah satu contoh sikap tegas itu, kata Hendrik, saat Asisten Ombudsman mengusir pejabat Eselon I Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dalam sebuah rapat pemeriksaan sebuah laporan. 

"Itu titik balik, menunjukkan bahwa Ombudsman enggak mau dilecehkan lagi, rekomendasi Ombudsman bukan main-main. Institusi-institusi yang berinteraksi dengannya pun tidak lagi melihatnya sebelah mata," ujar Hendrik.
Ketua Ombudsman Prof. Amzulian Rifai (kiri), Wakil Ketua Lely Pelitasari Soebekty serta anggota saat sumpah jabatan di Istana Negara, Jakarta, Jumat, 12 Februari 2016.Ketua Ombudsman Amzulian Rifai (kiri), dan ANggota Ombudsman lainnya, saat diambil sumpah jabatannya di Istana Negara,  2016. (CNN Indonesia/Safir Makki)

Penegakan Etik

Hendrik, juga meminta Ombudsman RI berbenah dalam hal penegakan etik di internalnya. Hal ini terutama terkait kasus netralitas.

Pasal 20 UU Ombudsman melarang anggota Ombudsman merangkap jabatan sebagai pejabat atau penyelenggara negara, pengusaha, pengurus atau karyawan BUMN dan BUMD, PNS, pengurus parpol, dan profesi lainnya.

Namun aturan tersebut tak menjamin anggota Ombudsman bebas dari godaan politik. Hendrik mencontohkan upaya anggora ORI Laode Ida yang sempat bersafari politik untuk maju sebagai calon Gubernur Sulawesi Tenggara pada Pilkada 2018.

Hendrik menilai upaya-upaya politis itu tak seharusnya dilakukan meski pada akhirnya yang bersangkutan tak mendaftar calon kepala daerah.

"Kalau sudah masuk ranah Ombudsman, coba-coba [dalam politik] saja enggak boleh. [Penegakan etik internal] ini agaknya masih kurang," ungkapnya.

Menurut Teten, sikap netral atau indepenen merupakan salah satu kekuatan yang bisa membuat kepercayaan publik kepada Ombudsman meningkat.

Di samping itu, Teten juga mengingatkan pentingnya Ombudsman memainkan peran sebagai pemberi pengaruh (Magistratur of Influence). Pendekatan Ombudsman adalah dengan "menyentuh kesadaran dan komitmen pribadi para pejabat publik" untuk taat hukum dan prosedur.

"Tanpa ada kesadaran itu, sekharismatik dan sepiawai apa pun person Ombudsman dalam mediasi dan negosiasi, atau sehebat apa pun bobot rekomendasinya, Ombudsman tidak akan pernah efektif," tutur Teten.
(wis)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER