Jakarta, CNN Indonesia -- Aturan terkait larangan penggunaan aplikasi GPS (
Global Positioning System) di telepon seluler saat berkendara digugat komunitas Toyota Soluna ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Larangan yang tertuang dalam pasal 106 ayat 1 dan pasal 283 Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) ini dianggap merugikan. Dalam dua pasal tersebut memang tidak jelas menyebut GPS, namun isi pasal tersebut dinilai pemohon tidak rinci menjelaskan.
Pasal 106 ayat 1 berbunyi:
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara pasal 283 yang mengatur sanksinya berbunyi:
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).Kuasa hukum pemohon, Victor Santoso Tandiasa mengatakan aplikasi GPS sering digunakan anggota komunitas Toyota Soluna ketika melakukan kegiatan touring ke berbagai daerah.
"Di sini pemohon sering menggunakan perangkat GPS yang tertanam dalam telepon," ujar Victor seperti dikutip dari risalah MK, Kamis (29/3). Sidang perdana gugatan tersebut digelar hari ini di MK.
Selain dari komunitas Toyota Soluna, larangan GPS ini juga digugat salah satu pengemudi transportasi online Reza Aditya. Dalam gugatannya, pemohon merasa dirugikan dengan larangan tersebut karena sangat bergantung dengan aplikasi GPS saat bekerja.
"Saat penggunaan jasa transportasi online memesan, saat itu juga GPS berfungsi dan menentukan titik pemesanan pengunaan jasa pemohon," katanya.
Victor mengklaim penggunaan GPS itu tidak mengganggu konsentrasi pengemudi karena ponsel yang digunakan hanya diletakkan di dasbor mobil atau motor.
Di sisi lain, aturan dalam pasal 106 ayat (1) UU LLAJ yang menyebut 'penggunaan telepon dapat mengganggu konsentrasi' tidak jelas. Victor mengatakan aturan itu semestinya menjelaskan lebih rinci yang dimaksud penggunaan telepon.
"Apakah penggunaan telepon untuk berkomunikasi, SMS, chatting, menelepon, atau hanya untuk menggunakan GPS sebagai pemandu jalan," ucap Victor.
Menurutnya, penggunaan telepon untuk aplikasi GPS tak mengganggu konsentrasi karena pengemudi hanya melihat ke layar ponsel tanpa ada interaksi dua arah seperti telepon.
Atas permohonan itu, hakim anggota Manahan MP Sitompul menyarankan agar pemohon merinci permasalahan norma terkait pelarangan GPS tersebut. Sebab larangan penggunaan GPS itu, menurutnya, merupakan permasalahan yang sangat teknis.
"Jangan terfokus pada masalah teknis ini saja, harus juga melihat ke norma yang kita tuju atau kita kehendaki agar seluruh kepentingan masyarakat terlayani," kata hakim Manahan dalam risalah MK tersebut.
Pelarangan menggunakan GPS di ponsel sempat menimbulkan polemik pada awal Maret lalu. Direktur Keamaanan dan Keselamatan Korps Lalu Lintas Polri Brigadir Jenderal Chryshnanda Dwilaksana saat itu mengatakan penggunaan GPS saat aktivitas mengemudi berlangsung diperbolehkan jadi alat bantu dengan syarat pengemudi mengikuti arahan aplikasi tersebut melalui navigasi suara, dan tidak terpaku pada layar smartphone.
Ia menyarankan para pengendara tidak aktif memakai GPS saat berkendara, dikhawatirkan akan menghilangkan konsentrasi dan berakibat fatal bagi dirinya dan pengguna jalan lain.
(sur)