ANALISIS

Puisi Sukmawati, Trah Sukarno, dan Elektabilitas PDIP

Ihsan Dalimunthe | CNN Indonesia
Minggu, 08 Apr 2018 11:56 WIB
Polemik puisi Sukmawati Soekarnoputri dinilai tidak akan berdampak besar pada elektabilitas PDIP. Walaupun trah Sukarno, ia dianggap tidak identik dengan PDIP.
Polemik puisi Sukmawati Soekarnoputri dinilai tidak akan berdampak besar pada elektabilitas PDIP. Walaupun trah Sukarno, ia dianggap tidak identik dengan PDIP. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sukmawati Soekarnoputri bukanlah figur yang identik dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Atas dasar itu, Peneliti dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Adjie Alfaraby menilai polemik puisi 'Ibu Indonesia' milik Sukmawati yang mengundang kecaman dari umat Islam tidak akan berdampak besar pada PDIP yang identik dengan trah Presiden pertama RI Sukarno.

"Sukmawati biarpun trah Sukarno sebetulnya tidak identik dengan PDIP, karena memang Sukmawati tidak pernah punya hubungan langsung dengan partai," kata Adjie kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (7/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Dalam politik, Sukmawati tercatat pernah menjadi pengurus Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK) yang kemudian berubah menjadi Partai Nasional Banteng Kerakyatan Indonesia (PNBK Indonesia). Kemudian Sukmawti pun menghidupkan kembali Partai Nasional Indonesia (PNI).

Kendati demikian Adjie mengaku puisi putri Sukarno itu semakin memperkuat polarisasi antara kelompok nasionalis dan kelompok Islam. Artinya, 'ulah' Sukmawati yang membawakan puisi I'bu Indonesia' itu bisa membuat tensi ketegangan antara kedua kelompok itu terus terjaga menjelang pemilihan presiden (pilres) 2019.

"Polemik Sukmawati akan menambahkan tensi dan polarisasi antara nasionalis dan Islam," kata Adjie.

Padaha Adjie mengaku melihat tensi antara kedua kelompok tersebut agak menurun setelah kasus penodaan agama yang melibatkan terpidana yang juga mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama alias Ahok.

"Tapi karena Sukmawati ini ketegangan muncul lagi. Efeknya ini bakal sampai pilpres," tutur Adjie.

  
Walau berefek sampai pilpres, puisi yang di antaranya membandingkan azan dan kidung serta cadar dan konde itu pun diyakini tak akan mempengaruhi kader PDIP dan loyalis bung Karno di tubuh kader berlambang partai moncong putih itu. Pasalnya, mayoritas kader dan simpatisan PDIP terdiri dari kaum Islam abangan dan nasioalis.

Puisi Sukmawati, Trah Sukarno, dan Elektabilitas PDIPBasuki Tjahaja Purnama (Ahok). (AFP PHOTO / BAY ISMOYO)
"Sementara di luar kader, swing votersnya juga tak akan melihat Sukmawati sebagai representasi PDIP. Jadi tidak berpengaruh pada elektabilitas partai," ungkap Adjie.

Berbeda dibandingkan saat terjadi kasus Ahok, elektabilitas PDIP saat itu memang mengalami penurunan walau tidak siginifikan. Adjie menjelaskan penyebab penurunan itu disebabkan PDIP menjadi partai pengusung utama Ahok di pilkada Jakarta.

Di satu sisi, Adjie menilai elektabilitas Partai Golkar lah yang banyak kena imbas dari kasus Ahok yang membawa-bawa Surat Al-Maidah saat kampanye. Hal itu dikarenakan pemilih Golkar paling banyak di pulau Sumatra dan Jawa Barat yang mayoritas Islam.

Sementara PDIP yang pemilihnya mayoritas ada di Jawa Tengah tidak begitu terpengaruh dengan isu yang dianggap bertentangan dengan Islam.

"Pemilih PDIP juga tidak sensitif dengan kasus-kasus yang terkesan anti-Islam karena mayoritas pemilihnya bukan di Jabar dan luar Jawa," kata Adjie.

Elektabilitas PDIP Turun karena Jokowi

Berdasarkan survei terakhir yang dirilis LSI pada Januari 2018, elektabilitas PDIP yang dipimpin Megawati Soekarnoputri itu hanya mengalami sedikit penurunan dibandingkan hasil jajak pendapat yang dirilis pada 2017. Elektabilitas PDIP hanya menurun dari 25 persen menjadi 22 persen.

Adapun faktor yang paling mempengaruhi penurunan elektabilitas PDIP bukan dari isu-isu agama. Melainkan dari faktor menurunnya tingkat kepuasan kader dan masyarakat terhadap kinrja Presiden Joko Widodo terutama dari sisi ekonomi yang semakin memburuk.

"Akibatnya pemilih PDIP banyak yang kembali ke Demokrat atau Golkar karena dianggap representasi nasionalis," kata Adjie.

Atas dasar itu, Adjie menilai PDIP tidak akan terlalu khawatir dengan kasus Sukmawati. Kalaupun isu Sukmawati ini akan dibawa sampai pilpres, PDIP akan tetap bertahan dengan pemilih nasionalis. Justru yang menjadi pekerjaan besar PDIP adalah soal membantu Jokowi agar bisa meningkatkan tingkat kepuasan masyarakat terhadap pemerintahannya.


PDIP tidak khawatir

Sementara itu, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengaku peristiwa yang sedang menimpa Sukmawati tidak membuat partainya khawatir.

"Kami tidak khawatir," kata Hasto saat berkunjung ke redaksi CNNIndonesia, Kamis (5/4).

Kendati demikian Hasto mengakui partainya tetap mencermati adanya beberapa partai atau kelompok yang berharap peristiwa tersebut bisa menggerus elektabilitas PDIP.

Namun, permintaan maaf secara tulus yang sudah disampaikan Sukmawati diklaim Hasto akan dipandangan positif oleh masyarakat dan partainya.

"Tapi kalau ada isu tokoh atau pemimpin yang dimainkan tentu saja akan menjadi perhatian kami. Bisa terlihat siapa yang paling berteriak, ada mobilisasi aksi. Tapi permintaan maaf sudah buat citra positif. Kami tidak lihat itu sebagai tindakan menjatuhkan," kata Hasto.

Hasto yakin elektabilitas PDIP aman meski digoyang isu Sukmawati yang merupakan trah SoekarnoSekjen PDIP Hasto Kristianto yakin elektabilitas partainya aman meski digoyang isu Sukmawati yang merupakan trah Sukarno. (CNN Indonesia/Andry Novelino)


Lagi pula, menurut Hasto, PDIP sudah terbiasa menangani kriris yang menyerang partainya. Hasto mengklaim PDIP pun akan tetap kokoh meski polemik Sukmawati dikaitkan dengan trah Sukarno dan partainya.

"Jangankan isu Sukmawati, kantor kita dulu pernah diserang. Malah PDIP pernah tidak ikut pemilu. Kita juga pernah dukung Ahok yang non muslim dan keturunan Cina. Tapi karena kita sudah terbiasa dalam krisis, PDIP bisa tetap kokoh," kata Hasto.

Hasto juga yakin masyarakat akan semakin sadar akan pola pecah belah yang sedang dijalankan kelompok lain saat mengaitkan Sukmawati yang merupakan trah Sukarno dengan PDIP.

"Politik pecah belah akan ditinggal dan kalah. Kami yakin PDIP masih kokoh," tegas Hasto.

Lebih lanjut, Hasto mengakui peristiwa Sukmawati ini akan dijadikan pembelajaran berharga. Menurut dia tidak selayaknya seorang pemimpin memasuki ranah SARA karena hal itu topik yang sangat sensitif.

"Bukan pada kekhawatiran soal elektoral, sebagai bangsa kita khawatir ketika ada hal hal yang menyentuh aspek-aspek yang sensitif atau agama, di sinilah pendidikan politik bahwa sebagai pemimpin agar tidak menyentuh," demikian Hasto.

(kid)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER