Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Sosial Idrus Marham menghadiri sidang pembacaan nota pembelaan atau pleidoi Setya Novanto dalam lanjutan persidangan kasus korupsi pengadaan proyek e-KTP.
Idrus mengikuti sidang hingga pembacaan pleidoi selesai. Selepas sidang berakhir, Idrus enggan memberikan komentar banyak kepada wartawan yang juga meliput di pengadilan tersebut. Pria yang jadi Sekjen Golkar saat Setnov menjabat Ketua Umum partai tersebut memilih bergegas meninggalkan gedung pengadilan yang berada di Kemayoran, Jakarta Pusat itu.
"Pak Novanto sudah sampaikan pleidoi. Tinggal majelis hakim mengambil putusan seadil-adilnya, itu saja," kata Idrus sambil berlalu menaiki mobil yang membawanya pergi dari kawasan gedung pengadilan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kehadiran Idrus hari ini menambah daftar kedatangan dirinya pada momen-momen penting dalam agenda sidang Setya Novanto.
Sebelumnya, ia menghadiri sidang perdana Setnov pada 13 Desember 2017. Kala itu, Idrus yang masih menjabat
Pelaksana Tugas (Plt) Ketum Golkar mengatakan kehadirannya sebagai wujud kepedulian terhadap Setnov.
"Kita mengetahui sahabat yang paling hakiki adalah ketika (kita) ada masalah. Apalagi di dunia politik, ketika kita lagi berkibar pasti banyak (temannya), tapi ketika dalam masalah (menjauh)," kata Idrus saat itu.
Idrus pun hadir kembali di Pengadilan Tipikor saat sidang terdakwa Setnov dengan agenda pembacaan tuntutan pada 29 Maret 2018. Idrus yang telah menjadi Mensos itu mengaku datang sebagai seorang sahabat untuk memberikan dukungan moril kepada Setnov.
"Kalau ada saudara kita kena masalah ya, kita harus datangi. Ini kan hari ini adalah tuntutan ya saya datang. Ya saya kira itu
aja," kata Idrus saat itu.
Terkait kehadiran dirinya yang sudah memiliki jabatan sebagai pejabat negara kala itu, Idrus menolak disebut membolos pada jam kerja. Idrus mengatakan dirinya datang ke gedung pengadilan pada waktu senggang di antara dua agenda dirinya sebagai mensos hari itu.
Selain itu Posisi Idrus yang diberikan jabatan mensos setelah tak lagi menjabat di DPP Golkar itu pun mendapatkan apresiasi dari Setnov. Apresiasi itu diucapkan Setnov sehari setelah Presiden Jokowi melantik Idrus jadi menteri pada 17 Januari 2018.
"Terima kasih Pak Jokowi karena sudah memberikan (jabatan mensos) Pak Idrus. Tentu ini yang terbaik," ujar Setnov sebelum menjalani sidang perkara korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (18/1).
Terdakwa kasus e-KTP Setya Novanto saat bersiap menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 13 April 2018. (CNN Indonesia/Hesti Rika) |
Kehadiran Pengunjuk RasaPada sidang dengan agenda pembacaan nota pembelaan atau pleidoi Setnov hari ini, di luar gedung pengadilan Tipikor Jakarta terdapat sejumlah massa berunjuk rasa menuntut mantan Ketum Golkar tersebut dipenjara.
Para pengunjuk rasa yang masih berstatus mahasiswa itu menamakan diri mereka Nusantara Antikorupsi.
"Hakim Pengadilan Tipikor jangan percaya dengan pleidoi Novanto. Dia tidak bisa dipercaya, dia hanya tukang bohong, tukang tidur. Di DPR tidur, sidang tidur," teriak Abdullah Kelrey, koordinator aksi membakar semangat rekan-rekannya.
Berdasarkan pantauan
CNNIndonesia.com, mereka berhadap-hadapan dengan lebih dari dua puluh aparat kepolisian yang mengamankan gedung Pengadilan Tipikor. Mereka mengenakan topeng wajah Setnov dan membawa spanduk bertulis, 'Hakim masih percayakah Anda dengan Setnov?'
Belasan mahasiswa mendemo Pengadilan Tipikor untuk memenjarakan Setnov, Jakarta (13/4).(CNN Indonesia/Dhio Faiz) |
Para pengunjuk rasa menuntut untuk Pengadilan Tipikor menolak pleidoi Setnov serta memenjarakan pria yang menjabat Ketua Fraksi Golkar saat proyek e-KTP dianggarkan untuk berjalan di Kemendagri tersebut.
Dalam perkara korupsi e-KTP ini, jaksa menuntut Setnov 16 tahun penjara, denda Rp1 miliar, dan pencabutan hak politik 5 tahun setelah hukuman kurungan selesai.
Selain itu, Setnov juga dituntut untuk membayar uang pengganti sejumlah US$7,4 juta dikurangi dengan uang yang telah dikembalikan ke KPK sebesar Rp5 miliar. Bila tak dibayar maka diganti dengan tiga tahun kurungan penjara. Atas tuntutan itu, dalam pleidoi Setnov menyatakan dirinya merasakan itu tak adil.
(kid/gil)