Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengaku stres setelah divonis 15 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan dalam perkara korupsi proyek pengadaan e-KTP. Setnov dinilai terbukti bersalah dalam korupsi yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun itu.
"Ya pasti lah ya (stres). Kami kan enggak nyangka demikian gitu, tapi ya sudah lah," kata Setnov di sela-sela sidang terdakwa merintangi penyidikan kasus korupsi proyek e-KTP, dokter Bimanesh Sutarjo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (27/4).
Setnov mengatakan dirinya sudah berbicara dengan keluarga usai vonis hakim Selasa (24/4) lalu. Dalam pembicaraan tersebut, kata Setnov dirinya belum memutuskan apakah akan mengajukan upaya hukum banding atas putusan 15 tahun penjara itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami ngobrol perlu apa tindak lanjut lagi gitu, ya kita lihat nanti (apakah banding)," tuturnya.
Setnov hari ini diperiksa sebagai saksi dalam persidangan Bimanesh. Di awal-awal persidangan Setnov dicecar soal peristiwa kecelakaan mobil dan pelariannya saat penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendatangi rumahnya, di Jalan Wijaya XIII, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Selain divonis 15 tahun penjara, Setnov juga diminta membayar uang pengganti sebesar USD7,3 juta, dikurangi sebesar Rp5 miliar yang telah diberikan kepada penyidik KPK. Ia juga dihukum untuk tidak menduduki jabatan publik selama 5 tahun terhitung sejak dirinya selesai menjalani masa hukuman pidana.
Hakim juga menolak permohonan menjadi justice collaborator Setnov dalam kasus korupsi yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun.
(ugo)