Jakarta, CNN Indonesia -- Sejak masa kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017 lalu, Wakil Gubernur Sandiaga Uno berjanji akan mencanangkan gerakan berlari ke kantor alias 'Run to Work'.
Aksi berlari seminggu sekali ke kantor, kata Sandi kala itu, untuk menjaga kesehatan sekaligus mengurangi kemacetan di ibu kota. Terlebih, tingginya jumlah kendaraan akan menambah kadar polusi udara yang mengganggu kesehatan pernapasan.
Pada hari-hari pertamanya menjabat sebagai DKI 2, Sandi pun konsisten berlari setiap Jumat pagi dari rumahnya di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan menuju kantornya di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat. Padahal, jarak yang harus ditempuhnya mencapai lebih dari 10 kilometer.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, saat ini Sandi menyadari bahwa kegiatan
Run to Work Jakarta kurang kondusif lantaran kondisi trotoar yang kurang layak.
"Saya tadinya ada inisiatif yang selalu sampaikan, yaitu
Run to Work. Berlari ke kantor. Tapi rupanya itu terlalu heroik karena trotoarnya nggak ada. Sekarang kita lagi bangun trotoarnya," ujarnya saat membuka sebuah diskusi bertema kesahatan di Jakarta, Sabtu (28/4).
Karena proyek penataan trotoar masih berlangsung, seperti di koridor Jalan Sudirman-Jalan MH Thamrin, Sandi menyebut kebijakan
Run to Work telah dimodifikasi dengan penggunaan sepeda.
"Akhirnya saya
modify sedikit,
Bike Friday. Naik sepeda digabung lari," ujarnya.
Sejak Maret 2018 kemarin, Sandi mengajak jajaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemprov DKI untuk bersepeda rutin tiap hari Jumat sebagai Hari Bersepeda (Bike Friday). Rencananya, puskemas-puskemas di Jakarta juga akan dipasangi musik selama 15 menit pada pagi dan sore hari agar warga bisa berolahraga simpel.
Selain itu, Sandi menyebut permasalahan kesehatan di ibu kota adalah tingginya pengidap penyakit tak menular yang disebabkan pola hidup kurang sehat, seperti diabetes dan tuberkulosis.
Sandi mengutip hasil riset Kesehatan Dasar dari Kementerian Kesehatan tahun 2016, sebanyak 44,2 persen penduduk Jkarta menjalani perilaku sedentari alias kurang bergerak.
"Apalagi sekarang ada gadget, 44,2 persen kagak bergerak. Tidur,
ngemil. Kurang bergerak lebih dari 6 jam perhari," ujarnya.
(rah)