Manuver PKS dan Tenggat Prabowo Tentukan Cawapres

Feri Agus | CNN Indonesia
Minggu, 06 Mei 2018 19:00 WIB
Pemberian tenggat waktu untuk tentukan nama cawapres Prabowo Subianto memperlihatkan PKS sedang mencoba menyadarkan dia parpol yang paling loyal di koalisi.
PKS berikan tenggat waktu pada Prabowo Subianto untuk putuskan posisi cawapres. (CNN Indonesia/Joko Panji Sasongko)
Jakarta, CNN Indonesia -- Partai politik berlomba menempatkan kader terbaiknya di kursi calon wakil presiden (cawapres) pada ajang pemilihan presiden (pilpres) 2019.

Tak terkecuali Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menghendaki kadernya dipinang Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.

Presiden PKS Sohibul Iman memberi tenggat waktu kepada Prabowo maupun Gerindra untuk memutuskan nasib sembilan nama yang diajukan PKS sebelum bulan puasa. Tenggat waktu diberikan lantaran Prabowo tak kunjung menentukan siapa calon pendampingnya di pemilu tahun depan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami dari PKS menyampaikan ke Pak Prabowo menurut hitungan kami itu idealnya (memutuskan nasib 9 cawapres PKS) sebelum bulan Ramadhan," kata Sohibul, Rabu (2/5).


Pengamat politik dari Universitas Padjajaran Idil Akbar menilai kader PKS punya peluang besar dipinang Gerindra menjadi cawapres pendamping Prabowo pada pesta demokrasi lima tahunan tersebut. Pemberian tenggat waktu juga ditenggarai sebagai salah satu cara PKS menarik perhatian partai berlambang kepala burung garuda itu.

"Sejauh mana kemudian Gerindra aware dengan keinginan politik mereka mengusung salah satu kadernya sebagai calon wakil presiden Prabowo," kata Idil kepada CNNIndonesia.com, Jumat (4/5).


Idil menilai posisi cawapres menjadi harga mati bagi PKS agar koalisi dengan Gerindra bisa resmi terbangun dan dideklarasikan dalam waktu dekat. Apalagi, kata Idil PKS sudah mengalah tak dipilih kadernya pada Pilpres 2014 lalu.

Menurut Idil, sejauh ini PKS yang paling setia dan loyal dengan Gerindra sejak 2014 lalu, meski beberapa partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) saat itu perlahan merapat mendukung pemerintah Presiden Joko Widodo.

PKS sodorkan 9 nama cawapres dan beri tenggat waktu untuk PrabowoPKS sodorkan 9 nama cawapres dan beri tenggat waktu untuk Prabowo (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Posisi ini lah, lanjut Idil yang membuat PKS bakal ngotot memperjuangkan kadernya dipilih mantan Komandan Jenderal Pasukan Khusus (Danjen Kopassus) sebagai pendampingnya. Sehingga, menurut Idil, partai yang berdiri pasca-reformasi itu ingin menyampaikan bahwa dirinya lah yang setia pada Gerindra.

"Dalam konteks itu saya membacanya bahwa hal ini oleh PKS, Gerindra itu harus merekrut mereka. PKS lah yang selama ini bersama Gerindra, mereka ingin mengatakan begitu," tuturnya.

Namun, Idil menyoroti sembilan nama yang telah dikeluarkan oleh PKS tersebut. Idil mengatakan bahwa PKS harus menyadari jika sembilan nama tersebut belum memiliki elektabilitas yang memadai.


Ia berpendapat dengan adanya fakta bahwa elektabilitas sembilan nama dari PKS yang tak cukup tinggi untuk melawan Jokowi, membuat Gerindra harus berpikir keras dan belum memutuskan untuk menggandeng salah satu kader Gerindra.

"Menurut saya di antara sembilan nama yang diusung PKS menjadi calon wakil presiden memang tidak satu pun memiliki elektabilitas yang cukup tinggi. Jadi memang agak susah. Prabowo maupun Gerindra akan melihat fakta politik yang ada," kata Idil.


Terlepas dari elektabilitas kadernya yang masih rendah, Idil mengatakan sasaran utama PKS adalah kursi calon wakil presiden pendamping Prabowo. Menurut dia, pernyataan-pernyataan yang dilontarkan kader PKS merupakan bentuk tekanan langsung agar Prabowo maupun Gerindra mengambil sikap.

"PKS tidak punya pilihan, kalau menyebrang ke Jokowi tentu mereka sama saja seperti menjilat ludah sendiri," kata dia.

Secara matematis, bila koalisi Gerindra dan PKS terbentuk, kedua partai itu sudah cukup untuk mengusung capres dan cawapres sendiri. Gerindra memilik 73 kursi, sementara PKS 40 kursi di DPR. Jumlah kursi itu sudah melewati ambang batas presidential threshold untuk Pilpres 2019.


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, parpol atau gabungan parpol harus mengantongi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional untuk bisa mengusung pasangan capres dan cawapres pada 2019.

Namun, di sela ketidakpastian Gerindra, PKS melakukan manuver, yang berencana akan menggelar pertemuan dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pertemuan itu dinilai Idil sebagai langkah PKS untuk membuka kemungkinan kembali poros ketiga.

Idil mengatakan bahwa koalisi poros ketiga masih bisa terbentuk dengan catatan partai-partai yang tergabung di dalamnya tak saling ngotot menyodorkan kadernya, baik sebagai capres maupun cawapres.

PKS akan bertemu SBY untuk bicarakan poros ketigaPKS akan bertemu SBY untuk bicarakan poros ketiga. (ANTARAFOTO/Yulius Satria Wijaya)

Sampai saat ini, Demokrat, PKB, PAN, dan PKS belum menyatakan secara terbuka bergabung dengan koalisi pemerintah maupun Gerindra.

"Kalau kemudian meninggalkan Gerindra dan Prabowo membentuk poros lain, Demokrat, PAN, PKS, PKB, ini yang menjadi menarik. Pada akhirnya dalam waktu tiga bulan ini memutuskan siapa yang maju," tutur Idil.

"Membangun poros ketiga, problemnya adalah siapa yang kemudian akan dimajukan untuk menjadi calon presiden dan wakil presiden," Idil melanjutkan.


Tak Ingin Pilpres 2014 Terulang

Wakil Sekretaris Jenderal Demokrat Rachland Nashidik menyambut baik rencana pertemuan Sohibul dengan sang Ketua Umum SBY. Namun, Rachland tak mengetahui kapan pertemuan kedua pimpinan partai itu terjadi.

"Saya masih belum tahu, masih dicarikan waktunya, kan sudah sejak minggu lalu kita dengar, tapi belum terjadi juga," kata dia kepada CNNIndonesia.com, Jumat (4/5).

Rachland mengatakan bahwa tak menutup peluang pertemuan kedua pimpinan Demokrat maupun PKS akan menghasilkan koalisi baru. Meskipun demikian, ia tak ingin berspekulasi sebelum pertemuan kedua pimpinan partai itu terlaksana.


Lebih lanjut, Rachland menilai pembentukan koalisi dalam setiap Pilpres tak bisa terhindarkan dengan adanya presidential threshold (PT) sebesar 20 persen persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional. Menurut dia, yang pasti pihaknya berharap Pilpres 2014 tak terulang pada Pilpres 2019 nanti.

"Setiap partai saat ini harus berusaha keras untuk mencari partner koalisinya masing-masing, apakah itu berujung menjadi tiga kubu, ada dua kubu lagi ya tergantung. Tapi sekali lagi sedapat mungkin jangan sampai Pemilu 2014 itu berulang di 2019," tuturnya.


Di sisi lain, Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid membantah memberikan ultimatum kepada Prabowo untuk segera memutuskan sembilan nama bakal cawapres sebelum bulan Ramadan. Menurut Hidayat, apa yang disampaikan Sohibul hanya sebatas aspirasi yang nantinya bisa dipahami bersama-sama.

"Bukan ultimatum, juga bukan mendikte, tapi itu aspirasi wajar saja saling disampaikan. Karena Gerindra punya sikap politik kami juga paham, PKS juga punya sikap politik yang penting dipahami oleh semuanya," kata di Hidayat.

"Jadi kita harus saling mendengar lah, apa yang menjadi keputusan dari Gerindra, apa juga yang jadi keputusan partai-partai yang akan diajak berkoalisi. Kita perlu saling mendengar dan PKS sudah menyampaikan pendapatnya," tambahnya.


Hidayat menyebut keputusan akhir soal cawapres akan dirapatkan bersama. Persoalan permintaan waktu penentuan sebelum Ramadan disebut sudah dibahas antara PKS dengan Gerindra sebelum dimuat di media.

"Jadi itu sama sekali bukan ultimatum, juga bukan mendikte. Tidak benar kalau ditulis media begitu. Itu demokratis saja," tuturnya.


PKS telah merilis sembilan nama kader untuk menjadi bakal calon presiden maupun wakil presiden. Kesembilan nama itu antara lain Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, Fungsionaris PKS M. Anis Matta, Gubernur Sumatra Barat Irwan Prayitno.

Selain itu, ada nama Presiden PKS Muhammad Sohibul Iman, Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al Jufri, Politik senior PKS Tifatul Sembiring, Anggota DPR Al Muzammil Yusuf MS dan Anggota DPR Mardani Ali Sera. Dari nama-nama itu, yang paling didorong adalah Ahmad Heryawan alias Aher. (dal/gil)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER