Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) meminta masyarakat tidak mengucilkan bekas anggota
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) pasca-putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang menolak gugatan organisasi transnasional terkait pencabutan badan hukumnya.
"Jadi tidak ada dan tidak diperbolehkan untuk mereka kemudian langsung diposisikan dalam posisi orang yang seperti kita kucilkan, tidak boleh begitu," kata Asisten Deputi Koordinasi Materi Hukum Kemenko Polhukam Heni Susila Wardaya dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9, di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Selasa (8/5).
Heni menuturkan para bekas anggota
HTI merupakan bagian dari warga negara Indonesia yang juga perlu mendapat perlindungan. Menurut dia, pemerintah akan merangkul bekas anggota HTI kembali dan meminta tak mengusung Khilafah untuk ditegakan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tentu kami akan merangkul, kami akan mengakomodasi untuk diajak kembali, maka SKB yang saya sebutkan tadi itu adalah menghimbau," tuturnya.
Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Peringatan dan Pembinaan terhadap Mantan Anggota HTI sudah diteken oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, dan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo.
SKB tiga menteri tersebut merupakan tindak lanjut penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang menjadi dasar hukum pemerintah membubarkan HTI tahun lalu.
SKB diterbitkan pemerintah agar tak menimbulkan keresahan di masyarakat, sekaligus melindung para bekas anggota HTI setelah pemerintah mencabut izin badan hukum organisasi tersebut.
"Ini lah semangat pemerintah untuk merangkul. Karena apa, sekali lagi bahwa bisa saja pada saat itu dalam suatu organisasi itu, ada kekhilafan," kata Heni.
"Tapi mana kala organisasi sudah dicabut, sudah dibubarkan, orang-orang ini katakanlah simpatisan, ada kemerdekaan berpikir, tetapi sekali lagi ini juga perlu kami lakukan pendekatan secara baik," ujarnya menambahkan.
Meski demikian, kata Heni pemerintah tak segan-segan menindak mantan anggota HTI yang melakukan tindakan melawan hukum sebagaimana diatur dalam KUHP. Menurut dia, pemerintah memiliki dasar hukum untuk menindak orang-orang yang ingin mengoyak NKRI.
"Saya kira nanti (apa yang ada dalam) hukum-hukum positif kita, KUHP dan seterusnya, aparat penegak hukum dia akan melakukan tugas dan fungsinya," tuturnya.
Penanganan SeriusSementara itu, Komandan Densus 99 GP Ansor Nuruzzaman menyebut pemerintah harus melakukan penanganan yang serius terhadap bekas anggota HTI setelah putusan PTUN kemarin.
Menurut dia, dengan melihat lapisan dalam HTI, yang terdiri kader inti, anggota, dan simpatisan, pemerintah harus memiliki pendekatan yang berbeda terhadap masing-masing. Dia menilai untuk simpatisan HTI bisa dilakukan dengan membuatkan forum diskusi guna memberikan pemahaman yang benar.
"Bagi simpatisan mungkin setelah organisasinya bubar, mereka bisa bertemu yang lain diajak diskusi, diberi pemahaman, selesai. Bagi kader inti ini jadi masalah, bagaimana agar mereka tidak mejadi lone wolf, yang tidak terkontrol," tuturnya.
Selain itu, lanjut Nuruzzaman pemerintah juga harus melakukan kontra narasi dan wacana, khususnya di media sosial yang menjadi salah satu medium bagi anggota HTI menyebarkan pemahaman dan ideologinya. Apalagi, generasi milenial di Indonesia banyak mendapat informasi dan pemahaman agama lewat media sosial.
"Ini tantangan kita semua, apalagi Kemonkominfo, itu nyata. Harus segera dilakukan kontra narasi, mengampanyekan bahwa Indonesia ini sudah syariat Islam, sudah Islam, ngapain mau merubah menjadi negara Islam," kata dia.
(osc/gil)