Jakarta, CNN Indonesia -- Kapolri Jenderal
Tito Karnavian diminta mundur dari jabatannya setelah mengusulkan agar Presiden
Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Terorisme.
Ketua
Pansus RUU Terorisme, Muhammad Syafi'i mengatakan usulan itu dinilai tidak pantas karena rentetan peristiwa teror yang terjadi baik di
rutan Mako Brimob Depok hingga ledakan
bom di Surabaya dan
Sidoarjo merupakan bentuk kelalaian pihak kepolisian.
"Saya minta kepada pak Tito Karnavian agar dia mencabut pernyataannya itu. Jadi kalau anda tidak profesional jangan kemudian ujug-ujug mengusulkan Perppu," kata Syafii melalui sambungan telepon, Senin (14/5).
"Kalau memang Kapolri tidak sanggup lagi memimpin kepolisian ini untuk melaksanakan UU Nomor 2 Tahun 2002 yang melayani, mengayomi dan mengamankan masyarakat, mundur saja deh dari Kapolri," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Usul Tito kemukakan setelah terjadi serangkaian serangan bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya pada Minggu (13/5).
"Kami harapkan UU cepat dilakukan revisi. Bila perlu, kami mohon pada Bapak Presiden membuat Perppu," ujar Tito dalam jumpa pers di Surabaya.
Tito menyebut polisi kesulitan untuk menindaklanjuti penyelidikan mereka dengan payung hukum yang ada saat ini.Menurut Muhammad Syafi'i yang juga politikus
Partai Gerindra , rentetan peristiwa teror tidak perlu terjadi dan bukan persoalan revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme yang belum selesai.
 Kelalaian dan ketidakprofesionalan kepolisian di bawah Tito dituding jadi penyebab aksi teror Surabaya bisa lolos. (Biro Pers Setpres/ Bey Machmudin) |
Di Rutan Mako Brimob, kata dia, seharusnya tidak perlu terjadi kerusuhan karena memiliki tingkat keamanan dan pengawalan yang sangat ketat.
"Lalu saya mau bilang apa kecuali kan kelalaian dan ketidakprofesionalan Polri," katanya.
Sedangkan, peristiwa di Surabaya yang terjadi di tiga gereja berbeda kata dia, seharusnya juga tidak perlu terjadi jika polisi tidak lalai. Sebab, gereja merupakan salah satu tempat ibadah yang mendapatkan pengawalan dari kepolisian.
"Lalu kemudian kalau terjadi dua insiden berdekatan itu orang kemudian mengaitkan pembahasan RUU Terorisme yang berlangsung, ini kan aneh. Jangan alihkan ketidakprofesionalan polisi itu dengan pembahasan RUU Terorisme," ujarnya.
Syafii menegaskan RUU Terorisme tinggal menyisakan persoalan belum disepakatinya definisi terorisme dari pemerintah yang diwakili Kementerian Hukum dan HAM.
Anggota Komisi III DPR ini menduga ada pengaruh petinggi
Densus 88 Anti-teror terhadap persoalan definisi terorisme tersebut. Padahal, pembahasan lain disebut sudah selesai.
Dengan demikian, Syafii mengatakan Presiden Jokowi tidak perlu mengeluarkan Perppu Terorisme terhadap kondisi ini.
"Sangat tidak perlu. Presiden tinggal mendesak panja pemerintah menyelesaikan UU, kasih definisi begitu. Tinggal itu aja," katanya.
Presiden Jokowi sendiri telah mengatakan akan menerbitkan Perppu ini jika pembahasan RUU ini belum selesai pada bulan depan.
"Kalau Juni pada akhir masa sidang belum selesai saya akan keluarkan Perppu," kata Jokowi di JIExpo, Senin (14/5).
Jokowi kembali mengatakan bahwa pemerintah telah memberikan draf revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme ke DPR sejak Februari 2016.
(dal)