Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah rentetan serangan bom di Surabaya, Jawa Timur, desakan penyelesaian revisi
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme kembali mencuat. DPR dan pemerintah saat ini saling bantah dianggap menjadi biang terhambatnya pengesahan revisi.
"Itu tidak betul. Tidak pernah ada dalam hal ini fraksi yang ingin menunda nunda," kata Wakil Ketua DPR RI
Agus Hermanto, di Gedung DPR RI, Selasa (15/5).
Menurut Agus, RUU Terorisme ini dibutuhkan oleh pemerintah dan rakyat Indonesia. Sehingga pelaksanaan revisi ini tentu akan dilaksanakan secepatnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena kebutuhan UU Terorisme ini tidak hanya kebutuhan pemerintah, kita semua membutuhkan sehingga itu dilaksanakan," kata Agus.
Agus menyebut justru pemerintah yang meminta untuk menunda pengesahan RUU Terorisme. Sebab terjadi perdebatan yang berkutat pada masalah arti terorisme.
"Pemerintah yang meminta menunda untuk menyamakan persepsi dari definisi terorisme. Sehingga tentunya tidak bisa hanya mempunyai pendapat dan ide dari salah satu saja, harus DPR dan pemerintah," kata Agus.
Sedangkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly membantah pemerintah menjadi penyebab berlarutnya revisi Undang-Undang Terorisme.
"Oh enggak. Kalau pemerintah dalam rapat lalu sudah oke. Akhirnya diprovokasi lagi, pandangan itu diprovokasi beberapa teman di Panja DPR. Jadi tertunda," kata Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan.
Menurut Yasonna, pemerintah saat ini sudah sepakat dalam semua hal, meminta parlemen segera mengesahkan revisi dalam rapat paripurna.
"Saya berkomunikasi dengan salah satu pimpinan DPR juga fraksi koalisi pemerintah sepakat mempercepat. Nanti pembukaan masa sidang langsung tancap gas," tutur Politikus PDI Perjuangan ini.
Yasonna meyakini hasil revisi dapat diselesaikan dan disahkan secepatnya seperti keinginan Presiden Joko Widodo.
(ayp/gil)