Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (
BNPT) Suhardi Alius menanggapi wacana untuk menghidupkan kembali Komando Operasi Khusus Gabungan (
Koopsusgab) TNI yang diusulkan oleh Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
"Apapun yang terbaik buat bangsa ini harus kita dukung," kata Suhardi saat ditemui di Jakarta Pusat, Kamis (17/5).
Dia menyatakan pasukan pendukung bagi pemberantasan terorisme merupakan wacana terbaik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ya jelas dong, kalau ada pasukan pendukung, kenapa tidak?" ujarnya.
Pro dan kontra atas wacana penghidupan kembali Koopsusgab dari berbagai pihak masih berlangsung. Salah satu yang menjadi pertimbangan adalah tugas dan wewenang Koopsusgab yang dikhawatirkan akan tumpang tindih dengan lembaga yang sudah ada.
Terkait hal itu, Suhardi tak ingin menanggapi karena menyangkut ranah politik. "Itu silakan diatur, itu keputusan politik," tegasnya.
Koopsusgab merupakan wacana yang diusulkan Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko. Menurutnya, pasukan ini perlu dihidupkan kembali karena persoalan terorisme masuk ranah ancaman yang faktual.
Koopsusgab TNI ini dibentuk Moeldoko saat masih menjabat Panglima TNI pada 2015. Tim ini merupakan gabungan pasukan elite dari tiga matra TNI, yakni Sat-81 Gultor Kopassus TNI AD, Denjaka Korps Marinir TNI AL, dan Satbravo-90 Paskhas TNI AU.
Di tempat terpisah, Aktivis HAM Haris Azhar menilai perlu landasan hukum yang jelas terkait wacana pelibatan pasukan Koopsusgab TNI dalam penanganan kasus terorisme bersama kepolisian.
"Sebaiknya memang ada Peraturan Pemerintah yang mengatur tugas perbantuan TNI kepada polisi. Itu memang harus diatur. Kalau UU kan diskusinya panjang, tapi bisa juga (diatur) di Peraturan Presiden," ujar Haris di Jakarta, Kamis (17/5).
Haris mengatakan landasan hukum ini penting untuk menjelaskan lebih rinci tugas dan kewenangan pelibatan TNI dalam penanganan terorisme. Jika tidak, menurutnya, akan terjadi kewenangan berlebih dari TNI.
 Koopsusgab TNI dibentuk Moeldoko saat masih menjabat Panglima TNI pada 2015. (CNN Indonesia/Aulia Bintang Pratama) |
Selain itu tugas Koopsusgab juga tetap harus berada di bawah komando pihak kepolisian.
"Perlu didefinisikan apakah tugasnya nanti pengamanan atau penindakan, karena (TNI) tidak boleh menindak. Kalau sampai menindak harus dirunut, itu yang harus pakai aturan," katanya.
Ibarat Mencegah Pencurian RumahMenteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto menyebut langkah pemerintah menanggulangi teror di Indonesia ibarat cara seseorang mencegah pencurian rumah.
Namun Wiranto enggan menjelaskan langkah strategis yang disusun pemerintah dalam penanggulangan terorisme, termasuk soal penghidupan kembali Koopsusgab.
Jika informasi rahasia itu terekspose, maka sama saja pemerintah turut menginformasikan kepada para teroris apa yang sedang disusun oleh aparat kemanan.
"Misalnya saja yang paling gampang, kita akan mengatasi pencurian di rumah, terus kita sudah ekspose saya mau pasang ini, pasang alarm disini, pasang CCTV disini, ya bisa nyuri malingnya," kata Wiranto di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Kamis (17/5).
Melihat hal itu, Mantan Panglima ABRI itu meminta para aparat kemanan, baik TNI maupun kepolisian tak membocorkan langkah strategis pemerintah dalam memberantas terorisme ke masyarakat.
Ia hanya mengigatkan masyarakat agar mempercayakan dan mendukung pemerintah untuk menyusun langkah strategis dalam penanggulangan terorisme tersebut.
"Enggak usah kemudian bagaimana caranya, penggabungannya bagaimana, itu kan sudah memberitahukan kepada musuh apa yang akan kita lakukan namanya," katanya.
Wiranto juga memastikan rancangan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme akan selesai sebelum lebaran. Saat ini revisi peraturan itu sedang digodok oleh pemerintah dan DPR.
"Sekarang baru digarap, yang penting sebelum lebaran selesai, jangan buru-buru," kata Wiranto.
(pmg)