Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai rencana pengaktifan
Komando Pasukan Khusus Gabungan (Koopsusgab) TNI untuk menuntaskan masalah terorisme merupakan wacana yang tidak tepat.
Dia menuturkan pemerinyah masih bisa memaksimalkan peran lembaga yang sudah ada, yakni Densus 88 Polri, Badan Intelijen Negara (BIN), dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
"(Pengaktifan Koopsusgab) tidak tepat. Penegakan hukum yang saat ini ada jauh lebih bisa diandalkan untuk mengatasi aksi terorisme yang sedang menyerang kita. Polisi, Intelijen kepolisian, BIN itu yang harus dioptimalkan," kata Usman di kantor YLBHI di Jakarta, Jumat (18/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Usman, pelibatan TNI dalam penanganan terorisme sudah dilakukan selama ini. Namun perannya itu belum dimaksimalkan.
Misalnya, Deputi I Bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi pada BNPT yang dijabat oleh kalangan TNI.
"Ini sebenarnya bentuk pelibatan TNI melalui kelembagaan BNPT. Makanya, kalau dikatakan TNI tidak pernah terlibat sama sekali, saya kira juga keliru," kata Usman.
 Direktur Amnesti International Indonesia Usman Hamid. (Foto: CNN Indonesia/Safir Makki) |
Sementara itu, Senior Program Officer HAM dan Demokrasi INFID Mugiyanto menilai aksi terorisme sudah cukup ditangani oleh Densus 88 milik Polri. Sebab, menurut dia, dari faktor sumber daya dan anggaran sudah mencukupi.
Payung HukumMenurut Mugiyanto yang diperlukan adalah payung hukum dan dukungan politik agar bisa melakukan penindakan tegas terhadap terorisme.
"Polisi selalu mengatakan 'kami takut melanggar HAM'. Makanya enggak bisa tegas, ini salah pemahaman. Justru karena polisi harus melindungi HAM makanya polisi harus menindak tindakan-tindakan yang melanggar hukum. Terorisme itu kan melanggar hukum, harus ditangani," kata dia.
Menurut Mugiyanto, pelibatan TNI dalam menangani kasus terorisme bukan langkah tepat. Jika melihat sejarah, terjadi dominasi ketika TNI terlibat dalam urusan sipil.
"Pemberantasan terorisme akan lebih rumit ketika militer dilibatkan. Bisa berpotensi (macam Orde Baru, saat itu kan TNI sangat dominan, masuk ke ranah sipil," kata dia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mendukung pengaktifan kembali Komando Pasukan Khusus Gabungan (Koopsusgab) TNI dalam menanggulangi terorisme.
Koopssusgab merupakan satuan TNI yang menanggulangi ancaman terorisme secara cepat seperti Detasemen Khusus 88 Antiteror (Densus 88) Polri.
Koopsusgab dibentuk di era Panglima TNI Jenderal Moeldoko. Wacana pelibatan pasukan Koopssusgab TNI pertama kali juga dilontarkan oleh Moeldoko yang menyatakan bahwa Joko Widodo akan menghidupkan kembali pasukan tersebut untuk memberantas terorisme di Indonesia.
(asa/asa)