Jakarta, CNN Indonesia --
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan Jaksa Agung Muda Pidana Umum Kejaksaan Agung (Jampidum Kejagung) Noor Rachmad terkait gugatan uji materi Pasal 99 UU 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Pasal itu mengatur ancaman pidana dua tahun penjara bagi jaksa yang tak melepaskan anak lebih dari lima hari penahanan dalam periode penuntutan.
"Mengabulkan permohonan para pemohon," ujar Ketua MK Anwar Usman dikutip dari laman putusan di lama mahkamahkonstitusi.go.id, Rabu (23/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan ketentuan pasal 99 tidak mempunyai ketentuan hukum yang mengikat. Ancaman pidana tersebut dinilai bentuk kriminalisasi terhadap pelanggaran administratif dalam penyelenggaraan sistem peradilan pidana anak.
"Ancaman ini juga berdampak negatif pada psikologis yakni ketakutan dalam mengadili suatu perkara sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum," katanya.
Kendati demikian, lanjut Anwar, jaksa penuntut umum tak lantas bebas melanggar batas waktu penahanan seorang anak yang terjerat pidana.
"Sekalipun Mahkamah telah menyatakan pasal
a quo inkonstitusional, hal itu tidak berarti memperbolehkan pejabat yang melakukan tugas untuk mengeluarkan tahanan anak dari rutan melanggar batas waktu yang ditentukan, sebab hal demikian sama halnya dengan sengaja merampas kemerdekaan seseorang," tutur Mahkamah dalam pertimbangannya.
Artinya, lanjut Mahkmah, pihak yang dirugikan dengan perlakuan penuntut umum masih bisa memperkarakannya dengan menggunakan pasal 333 ayat (1) UU KUHP tentang perampasan kemerdekaan dengan hukuman maksimal delapan tahun.
"Kesengajaan tidak mengeluarkan tahanan anak pada waktunya tidak menghilangkan hak setiap orang yang dirugikan atas adanya tindakan yang disengaja oleh setiap pejabat, termasuk di dalamnya penegak hukum, atas adanya perampasan kemerdekaan untuk dapat mempersoalkan secara hukum tindakan tersebut berdasarkan ketentuan pasal 333 ayat (1) UU KUHP," tulis Mahkamah dalm pertimbangannya.
Uji materi ini sebelumnya diajukan sejumlah jaksa yang tergabung dalam Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) pada September 2017. Pasal tersebut dianggap berpotensi mengkriminalisasi dan mengganggu independensi jaksa dalam menjalankan tugasnya.
Putusan itu diambil dalam rapat permusyawaratan sembilan hakim MK yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman, pada Senin (7/5).
Sesuai ketentuan pidana anak, masa penahanan pidana anak adalah lima hari dan bisa diperpanjang lima hari lagi selama masa pra penuntutan. Jika melebihi batas waktu tersebut, jaksa terancam dipidana.
Jika merujuk ketentuan UU Kejaksaan, sanksi yang dijatuhkan adalah sanksi administratif karena terjadi pelanggaran etik.
(arh)