Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua DPP
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hendrawan Supratikno menyebut pengunggah video Sekretaris Kabinet
Pramono Anung yang isinya menyebut kasus teror adalah pengalihan isu punya maksud politik praktis.
Pengunggahnya juga disebut ingin memperlihatkan tidak konsistennya sikap politisi PDIP ke publik.
"Tujuannya untuk mempertontonkan ketidakkonsistenan sikap politisi PDIP. Namun disayangkan, konteks pernyataan tersebut tidak dijelaskan. Terkadang bahkan narasinya dipotong," kata Hendrawan kepada
CNNIndonesia.com, Rabu (23/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, Hendrawan menyatakan PDIP tidak mengetahui persis waktu dan tempat Pramono mengungkapkan sindiran itu.
Pihaknya juga tidak tahu jika video itu menjadi perbincangan netizen dan dibandingkan dengan kasus dosen Universitas Sumatera Utara (USU) yang ditangkap karena melempar opini serupa di Facebook.
Menurut dia, PDIP saat ini sedang sibuk dengan pemenangan Pilkada serentak 27 Juni mendatang. PDIP kini tengah melakukan persiapan memasuki Juni yang setiap tahun dimaknai sebagai "Bulan Bung Karno".
 Hendrawan Pratikno menyebut munculnya video Pramono Anung punya motif politik. (CNN Indonesia/Abi Sarwanto) |
Lebih lanjut, Hendrawan menyatakan PDIP tidak akan menuntut pengunggah konten video tersebut. Sebab menurutnya dalam berdemokrasi, partai harus punya kelenturan mental dan emosi yang cukup.
"Bila tidak, kita bisa selalu menari di gendang para sengkuni politik atau bergerak membabi buta. Kami yakin masyarakat tahu siapa yang sedang bermain melempar batu sambil sembunyi tangan," ujarnya.
Sementara itu, Ketua DPP PKS
Mardani Ali Sera melihat bahwa kasus Pramono merupakan pelajaran soal konsistensi untuk politisi maupun pejabat pemerintah.
Menurut dia, jangan sampai suara rakyat selalu dibungkam karena memberikan kritikan pada penguasa.
"Tiap kita punya jejak digital. Video tersebut jadi pelajaran bagi siapapun untuk konsisten. Khususnya pemerintah, jadilah pemerintah yang adil, sayang rakyat bukan menangkapi rakyat yang bersuara," kata Mardani kepada
CNNIndonesia.com, Rabu (23/5).
 Mardani Ali Sera sebut kasus video Pramono Anung pelajaran bagi pemerintah. (CNN Indonesia/Bimo Wiwoho) |
Mardani berpendapat bahwa kritikan rakyat tak lebih dari suara seorang anak yang perlu diedukasi agar dapat menyampaikan data dan fakta dengan benar, bukannya malah dicekal seperti yang terjadi pada dosen USU.
"Pendapat itu dibolehkan di negeri ini. Jadikan kasus keduanya edukasi buat semua bahwa di dunia maya tetap harus berlaku melek literasi. Ada data dan fakta. Boleh analisa," tutupnya.
Sebelumnya dalam rekaman video yang beredar, mantan Sekjen PDIP Pramono Anung mengatakan pengalihan isu bisa dilakukan oleh siapa saja termasuk penguasa. Ia mencontohkan kasus pelatihan militer di Aceh yang terjadi di era pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono.
Pramono meragukan adanya latihan teroris di Aceh saat itu.
"Enggak ada potensinya tiba-tiba masyarakat Aceh yang sudah trauma dengan keadaan yang lalu kemudian hal itu bisa ditemukan dan dibangkitkan kembali," ujar Pramono.
Perkara ini juga disinggung Presiden ke-6 RI
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menegaskan serangan teror yang terjadi beberapa pekan terakhir di beberapa daerah di Indonesia adalah nyata.
SBY menyinggung beberapa politikus yang pernah mengatakan rangkaian teror serupa, yang pernah terjadi saat rezimnya memimpin, sebagai pengalihan isu hanyalah asal bunyi alias asbun.
"Serangan teroris beberapa saat lalu nyata. Saya tak latah berkata "ini pengalihan isu", seperti tuduhan sejumlah politisi kpd saya dulu yg "ASBUN" *SBY*," tulis SBY lewat akun Twitter pribadinya @SBYudhoyono, Rabu (23/5).
(dal/sur)