Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyatakan pemerintah berharap revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Penanggulangan Terorisme disahkan bersama parlemen pada Jumat(25/5).
"Revisi akan selesai dalam waktu dekat dan targetnya [disahkan] Jumat Paripurna. Kami harapkan begitu," kata Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (22/5).
Yasonna mengatakan saat ini sudah tidak ada lagi permasalahan krusial yang harus dibahas pemerintah bersama parlemen dalam revisi undang-undang tersebut. Namun, hal itu akan dipastikan kembali dalam rapat di DPR, Kamis (24/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, Ketua Panitia Khusus (Pansus) Revisi RUU Terorisme Muhammad Syafi'i menyatakan rapat untuk membahas yang tersisa dari RUU Terorisme adalah pada Rabu (23/5). Setelah itu, sehari kemudian pembahasan dilanjutkan dengan agenda pandangan mini fraksi sebelum dibawa ke Paripurna.
"Pemerintah sudah mengikuti logika hukum sehingga Jumat bisa dibawa ke Rapat Paripurna DPR RI untuk disetujui," katanya.
 Penindakan atas deteksi dini terduga teroris oleh penegak hukum menjadi salah satu poin yang diusulkan masuk dalam revisi RUU Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme. (ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal) |
Definisi TerorismeDari pihak DPR disebutkan satu hal yang mengganjal dalam revisi RUU Terorisme ini adalah mengenai definisi terorisme. Pansus pun meminta pemerintah, dalam hal ini penegak hukum, untuk memasukkan definisi dengan memasukkan motif dan tujuan politik atau ideologi. Salah satu anggota Pansus RUU Terorisme dari fraksi PPP, Arsul Sani, menyatakan perdebatan kini terletak pada di mana definisi tersebut akan dimuat.
"Densus bukan tidak setujunya ada frasa motif politik, ideologi, atau keamanan negara. Cuma mereka minta tempatnya tidak di batang tubuh," ujar Arsul di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (22/5).
Sementara itu, Yasonna menyatakan kini 'bola' pengesahan revisi RUU Terorisme diserahkan kepada DPR.
"Kalau TNI-Polri sudah setuju, dari pemerintah sudah sepakat tinggal kita lihat dari DPR saja," ujar Yasonna.
Hal serupa disampaikan Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Berdasarkan informasi yang ia terima, revisi UU menjadi prioritas parlemen ketika memasuki masa sidang.
"Diupayakan waktu pembukaan, besok kalau enggak salah, masa reses selesai, akan jadi prioritas," kata Tito.
Ia menyadari perdebatan definisi sejumlah kata sempat terjadi, seperti organisasi. Menurutnya hal itu wajar sebab setiap detail harus diakomodasi.
Mantan Kepala Densus 88 Antiteror Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ini mencontohkan makna organisasi terduga terorisme. Menurutnya, hal itu bukan kelompok formal seperti korporasi, perseroan, atau organisasi lainnya yang harus mendaftar ke Kementerian Hukum dan HAM.
Tito menyatakan kelompok semacam ini diatur dalam Undang-Undang di Hong Kong dan Singapura sehingga bakal memidanakan siapapun yang terlibat di dalamnya. Sehingga, hal serupa yang diupayakan pemerintah dalam revisi UU Terorisme.
"Mereka kan kelompok rahasia. Mereka kan organisasi bawah tanah. Sehingga ini harus diakomodasi dalam UU," tegas Tito yang sempat meminta kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) bertindak mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) karena revisi RUU Terorisme belum selesai.
Permohonan penerbitan
Perppu itu disampaikan Tito usai rentetan teror bom di Surabaya pekan lalu.
(kid/sur)