Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) menerbitkan surat edaran tentang penggunaan media sosial oleh pegawai negeri sipil (PNS). Namun, surat edaran tersebut tidak mewajibkan PNS untuk melaporkan akun media sosial pribadi ke instansi tempat mereka bernaung.
Hal itu diungkapkan Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik Kemenpan-RB Herman Suryatman kepada CNNIndonesia.com, Rabu (23/5).
Herman juga mengatakan bahwa pengawasan PNS dalam menggunakan media sosial diserahkan kepada masing-masing instansi yang bersangkutan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang penting dalam mengelola dan menggunakan media sosial harus menjunjung tinggi nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku aparatur sipil negara," kata Herman saat dihubungi
CNNIndonesia.com, Rabu (23/5).
Kasus ujaran kebencian yang melibatkan PNS menjadi sorotan setelah polisi menangkap seorang dosen Universitas Sumatera Utara (USU) berinisial HLD karena ujaran kebencian. HML membuat status di media sosial bahwa bom Surabaya adalah pengalihan isu.
Status tersangka juga disematkan kepada FSA, PNS di Kalimantan Barat yang memuat ujaran kebencian di media sosial.
Aturan tentang penggunaan media sosial untuk PNS diterbitkan karena Pemerintah tidak ingin PNS mengunggah konten melalui akun media sosial pribadinya secara serampangan. PNS, melalui media sosial, dilarang menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian berdasarkan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA), serta mengandung penghinaan, pengancaman, hingga kekerasan.
Selain itu PNS dilarang membuat dan menyebarkan berita palsu atau hoaks, fitnah, provokasi, radikalisme, terorisme dan pornografi melalui media sosial.
Herman menegaskan PNS yang melanggar surat edaran tersebut bakal dikenakan sanksi. Secara teknis, sanksi tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 53 tahun 2010 tentang Kedisiplinan PNS.
Sanksi yang ada dibagi menjadi tiga kategori. Tiap kategori juga terdapat sanksi yang pemberiannya disesuaikan dengan tindakan yang dilakukan.
Kategori Pertama, hukuman disiplin ringan berupa teguran lisan, tertulis, atau pernyataan tidak puas secara tertulis.
Kedua, hukuman disiplin sedang. Sanksinya berupa penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 tahun. Lalu penundaan kenaikan pangkat selama tahun, serta penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 tahun.
Kategori ketiga yakni sanksi hukuman displin berat. Sanksi yang diberikan dapat berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 tahun. Bisa pula berupa pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah. PNS yang juga dapat dibebaskan dari jabatannya.
"Ada pula sanksi pemberhentian dengan tidak hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS. Terakhir, pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS," katanya.
Herman mengatakan peraturan tersebut tidak berlaku lagi ketika ada PNS yang terbukti melakukan pelanggaran pidana melalui media sosial.
"Kalau masuk pelanggaran pidana, diserahkan ke penegak hukum," katanya.
Jika terbukti melakukan tindakan pidana berdasarkan putusan pengadilan, katanya, PNS yang bersangkutan juga bakal dikenakan Pasal 87 ayat (4) huruf d Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Dalam beleid tersebut tertulis bahwa PNS akan diberhentikan secara tidak hormat karena dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap lantaran melakukan tindak pidana dengan pidana paling singkat dua tahun dan pidana yang dilakukan secara terencana.
Penerapan di KementerianSekjen Kementerian Dalam Negeri Hadi Prabowo menyatakan bahwa surat edaran tersebut langsung berlaku dan akan diterapkan di lingkungan kerjanya. Sebagaimana diucapkan Herman, PNS Kemendagri tidak akan diwajibkan untuk melaporkan akun media sosial pribadinya.
Namun, mengenai pengawasan, Hadi mengutarakan hal berbeda dengan apa yang diucapkan Herman. Hadi mengatakan Kemendagri tidak akan melakukan pengawasan terhadap Pegawainya dalam menggunakan media sosial, tetapi lembaga lain yang memiliki kapasitas.
"Ada Kemkominfo dan keamanan siber," katanya.
Mengenai pemberian sanksi, PNS Kemendagri dapat dikenakan hukuman sesuai dengan PP No. 53 tahun 2010 tentang Kedisiplinan PNS. Dia belum mau mengatakan potensi PNS dipecat jika terbukti melakukan tindakan pidana melalui media sosial. Semua itu, katanya, mesti melalui pemeriksaan terlebih dahulu di inspektorat jenderal Kemendagri.
"Ada prosesnya untuk pemberian sanksi melalui pemeriksaan oleh inspektorat jenderal," ucapnya.
Terpisah, Sekjen Kementerian Kesehatan Untung Suseno Sutarjo menyatakan bahwa pihaknya tengah mencari pola pengawasan terbaik di lingkungan kerjanya.
"Sedang dicari cara yang terbaik. Pengawasan yang ada sekarang masih longgar dan tersebar sekali," katanya.
Untung menyatakan bahwa Kemenkes sebenarnya telah memiliki tim untuk melakukan pengawasan media sosial milik PNS. Dia pun mengklaim tim tersebut tersebar du segala unit kerja.
Akan tetapi, dia mengatakan lingkup kerja Kemenkes sangat luas sehingga perlu ada pola yang sangat optimal untuk mengawasi geliat PNS di media sosial. Terlebih, katanya, sejauh ini telah ada beberapa kasus PNS menyebarkan hoaks melalui media sosial.
"Kami sudah beberapa kali menemukan karyawan yang tidak loyal kepada atasan dan menyebarkan hoaks," ucapnya.
Pengamat Kebijakan Agus Pambagio menilai langkah pemerintah menerbitkan surat edaran tersebut masih dalam tahap yang wajar. Agus sepakat dengan langkah pemerintah tersebut. Kewaspadaan mesti ditingkatkan hingga ke level PNS.
Menurutnya, pengawasan seperti perlu diefektifkan karena telah ada PNS yang diduga terlibat kekuatan terorisme.
"Memang seharusnya begitu supaya tidak melebar dan membahayakan negara," katanya.
Di sisi yang lain, Agus menyarankan pemerintah agar menguatkan sistem pengawasan terhadap PNS dalam menggunakan media sosial. Dia setuju jika pengawasan diserahkan kepada masing-masing kementerian/lembaga. Namun, harus ada sistem yang dibangun dan tersinergi dengan lembaga yang memiliki kapasitas dalam aspek teknologi.
"Bisa oleh jajaran inspektorat jenderal masing-masing lembaga dengna gunakan dashboard yang dikalibrasi oleh Kemenkominfo," katanya.
"Kalau kontrol dilakukan oleh Direktorat Pidana Siber Bareskrim Mabes Polri dan BIN untuk dimonitorlah," katanya.
(ugo/sur)