Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintahan Mahasiswa (PEMA) Universitas Sumatera Utara (USU) berencana kembali menggelar unjuk rasa menuntut penangguhan proses hukum terhadap dosen mereka, Himma Dewiyana Lubis alias Himma (46), yang ditangkap polisi setelah menulis status tentang bom Surabaya, beberapa waktu lalu.
"Dalam waktu dekat. Mungkin pekan ini atau Kamis pekan depan kami akan aksi lagi," kata Fahrul Rozi Panjaitan, Menteri Kajian Strategi dari PEMA USU saat dihubungi
CNNIndonesia.com, Kamis (24/5).
Himma ditangkap Polda Sumatera Utara di rumahnya
pada Sabtu (19/5). Dia ditetapkan sebagai tersangka kasus penyebaran hoaks setelah menulis status di akun facebook terkait rangkaian bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya, beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam statusnya Himma menyebut peristiwa itu sebagai pengalihan yang sempurna."Skenario pengalihan yang sempurna... #2019GantiPresiden" tulis akun facebook Himma.
Di sisi lain, PEMA USU mendesak kepolisian menangguhkan penahanan terhadap Himma. Tuntutan itu, kata Rozi, berdasarkan pertimbangan kemanusiaan mengingat Himma memiliki anak yang harus diurus.
Tuntutan itu pula yang menjadi dasar PEMA USU menggelar unjuk rasa pada 21 Mei lalu. Kata Rozi, aksi saat itu diikuti lebih dari 200 mahasiswa.
"Kami inginnya ibu Himma dibebaskan, tapi karena sudah masuk delik pengaduan, kami ingin ditangguhkan penahanannya karena ibu Himma punya anak kecil. Jadi, ini solidaritas kemanusiaan," kata Rozi.
"Soal proses hukumnya silakan dilanjutkan," ujar Rozi "Kita kawal sama-sama."
Unjuk rasa pada Senin lalu itu digelar saat Kapolda Sumatera Utara berkunjung ke kampus USU. Namun Rozi menilai kepolisian tidak memberikan respons yang memadai atas tuntutan mahasiswa. Karena itu, PEMA USU berencana kembali menggelar aksi dalam waktu dekat, dengan tuntutan serupa.
Selain sebagai bentuk solidaritas kemanusiaan, PEMA USU menilai Himma hanya korban dari pelaksanaan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
PEMA USU menyebut UU ITE banyak mengandung pasal karet yang bisa ditafsirkan oleh semua orang tanpa ada batasan yang jelas.
"Padahal ibu Himma sebatas membuat status di facebook, tapi mungkin karena ada tim
cyber yang mengatakan itu pelanggaran, langsung ditangkap. Padahal sebenarnya banyak kasus lain yang lebih parah tapi dibiarkan saja," ujar Rozi.
(wis/sur)