Jakarta, CNN Indonesia -- Pada satu waktu, Kapolri Tito Karnavian berbicara dengan Hakim Agung
Artidjo Alkostar soal pembunuhan menggunakan kopi mengandung sianida oleh Jessica Wongso.
Hal itu terungkap dalam buku 'Artidjo Alkostar, Titian Keikhlasan, Berkhidmat untuk Keadilan' yang dibagikan kepada wartawan di lingkungan Mahkamah Agung, Jakarta, Jumat (25/5). Pembagian buku ini sekaligus jadi acara perpisahan Artidjo yang pensiun sebagai hakim agung.
Kala kasus pembunuhan yang terjadi atas Wayan Mirna Salihin dengan tersangka Jessica pada awal 2016 silam, Tito masih menjabat Kapolda Metro Jaya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam perkara tersebut, Jessica telah divonis 20 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Di tingkat Mahkamah Agung (MA) permohonan kasasi Jessica pun ditolak. Artidjo saat itu menjadi ketua majelis yang menangani perkara.
Di dalam buku sebagai tanda pensiunnya Artidjo itu, perbincangan Tito dan sang hakim agung terjadi dalam perjumpaan di tengah sebuah pesta pernikahan.
'Dalam pertemuan tersebut saya minta pandangan beliau tentang kasus Jessica. Saat itu kasus yang sedang proses sidang ramai dibicarakan masyarakat sehingga banyak pro dan kontra,' demikian ucap Tito seperti dikutip dari halaman 94 pada buku tersebut.
Tito lalu bertanya kepada Artidjo, 'Ini iseng aja Pak, sekadar pembicaraan intelektual. Bagaimana menurut Pak Artidjo tentang kasus kopi bersianida?'.
 Artidjo Alkostar memasuki masa pensiun di lembaga peradilan karena telah berusia 70 tahun. (Detikcom/Ari Saputra) |
Artidjo kemudian menjawab, 'Setelah mengamati beberapa persidangan, saya sudah bisa menyimpulkan bahwa Jessica bersalah. Alasannya kopi beracun itu dipegang beberapa orang, pembuat, pengantar, Jessica, dan peminum. Dari empat orang itu, jika dianalisis, peminum tidak mungkin melakukan. Lalu pembuat dan pengantar tidak punya motif melakukan, tapi Jessica memiliki motif dan ada hubungan erat dengan peminum.'
Tito yang mendengar jawaban Artidjo pun menyatakan pandangannya soal analisis Artidjo.
'Memang kalau yang menganalisis seorang hakim senior sekelas Pak Artidjo, kasus seperti ini menjadi sangat mudah,' demikian ucap Tito dalam testimoninya yang tercantum dalam buku tersebut.
Selain Tito, dalam buku yang diterbitkan MA tersebut sejumlah kolega Artidjo menyampaikan testimoni pula. Di antaranya adalah Ketua MA Hatta Ali, Mantan Ketua MA Bagir Manan, Jaksa Agung HM Prasetyo, dan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarief.
Artidjo resmi memasuki masa pensiun pada 1 Juni 2018 karena sudah memasuki usia 70 tahun. Hari terakhir Artidjo sebagai Ketua Kamar Pidana MA adalah pada 18 Mei 2018. Pria kelahiran Situbondo 22 Mei 1948 itu mengabdikan diri sebagai hakim agung sejak 2000 silam.
Selama lebih dari satu setengah dekade, Artidjo memang dikenal sebagai hakim agung yang tegas terhadap pelaku pidana--terutama korupsi. Tak jarang langkah hukum terdakwa atas vonis pengadilan, diperberat Artidjo dalam proses lanjutan di MA.
Beberapa di antara mereka yang diperberat hukumannya adalah Anas Urbaningrum, Anggodo Widjojo, dan Luthfi Hasan Ishaq.
Artidjo pun menjadi ketua majelis hakim dalam Pengajuan Kembali (PK) yang diajukan terpidana penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Dalam putusan yang diketok 26 Maret lalu, MA menolak PK yang diajukan mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
(kid/sur)