Dinas Pendidikan DKI Tak Awasi Radikalisme di 'Homeschooling'

Mesha Mediani | CNN Indonesia
Sabtu, 26 Mei 2018 12:19 WIB
Kepala Bidang PAUD dan Pendidikan Masyarakat Disdik DKI Jakarta Ferry Safarudin mengatakan paham radikal mudah disebar lewat peran keluarga pada homeschooling.
Ilustrasi. (Anadolu Agency/Khalis Surry)
Jakarta, CNN Indonesia -- Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta mengakui bahwa selama ini pihaknya tidak mengawasi potensi penyebaran paham radikal melalui sekolahrumah atau homeschooling.

Hal ini terkait anak-anak pelaku teror di Surabaya dan Sidoarjo yang merupakan korban indoktrinasi orang tuanya. Mereka tidak mendapat pendidikan formal dan dipaksa mengaku homeschooling.

"(Pengawasan) seperti itu enggak ada. Enggak ada yang spesifik begitu," ujar Kepala Bidang PAUD dan Pendidikan Masyarakat Disdik DKI Jakarta Ferry Safarudin kepada CNNIndonesia.com di kantornya, Jumat (25/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Ferry pun tak menampik bahwa penyebaran paham radikal sangat mudah terjadi melalui peran keluarga pada homeschooling. Khususnya pada homeschooling tunggal yang merupakan pendidikan berbasis keluarga yang dilaksanakan oleh orang tua dalam satu keluarga untuk peserta didik.

"Sangat mungkin karena dari keluarga lebih dekat dan lebih masuk pahamnya itu. Menangkal paham radikalisme pun lebih mudah melalui keluarga. Apalagi kondisinya seperti ini," kata Ferry.

Meski begitu, kata Ferry, Disdik DKI belum pernah menerima pengajuan permohonan penyelenggaraan sekolahrumah tunggal.

"(Homeschooling tunggal) kan konsep di luar. Diakui pemerintah kita, tetapi dalam praktiknya saya agak ragu," ujarnya.


Ferry menuturkan induk pengawasan homeschooling ada di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) masing-masing suku dinas pendidikan. Ferry mengaku belum pernah menerima laporan pengaduan praktik homeschooling di Jakarta yang ajarannya melenceng.

"Kita punya yang namanya penilik. Semacam pengawas di pendidikan nonformal, kalau formal kan pengawas," kata Ferry.

Penilik itu berada di setiap kecamatan untuk mengawasi proses kegiatan belajar mengajar di institusi pendidikan informal.

Nantinya, penilik akan diminta untuk meninjau wawasan kebangsaan pengajar dan peserta didik demi memastikan yang bersangkutan tidak menerapkan paham radikal.

"Bisa saja seperti itu. Atau dengan orang tuanya ditanya, pandangan-pandangan seperti itu. Wawasan kebangsaan, terorisme, tanya orang tua dan anaknya," kata Ferry.


Serangkaian serangan teror bom di Surabaya melibatkan keluarga dalam aksinya, termasuk anak-anak. Kapolda Jawa Timur Irjen Machfud Arifin mengatakan anak-anak pelaku teror di Surabaya mendapatkan pendidikan melalui homeschooling. Di sisi lain, mereka juga diduga menerima doktrin dari orang tuanya. (pmg/asa)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER