Jakarta, CNN Indonesia -- Head of the International Centre for Political Violence and Terrorism Research Singapura, Rohan Gunaratna membenarkan pertemuannya dengan terdakwa kasus serangan teror bom Thamrin Oman Rochman alias
Aman Abdurrahman pada Desember 2017 lalu.
Profesor berkebangsaan Sri Lanka itu mengamini kedatangannya ke Indonesia bertujuan untuk melakukan penelitian sekaligus diundang oleh Pemerintah Indonesia.
"(Kedatangan saya) untuk memberikan masukan dan bantuan terhadap Indonesia dalam memerangi terorisme dan ekstremisme," ucap Rohan saat dihubungi
CNNIndonesia.com, Jumat (25/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pertemuan itu, Rohan menyarankan kepada Aman untuk meninggalkan ideologi ekstremis dan ketertarikannya dengan teroris di Timur Tengah. Ia meminta Aman untuk dapat bekerja sama dengan pemerintahan
Jokowi serta hidup harmonis dengan seluruh komunitas dan masyarakat di Indonesia.
"Saya bilang ke Aman tanpa menghabiskan waktu di penjara dia seharusnya bisa hidup bersama keluarganya," kenangnya.
Hanya saja, semua ajakan dari Rohan mental. Aman bersikukuh dengan ideologi dan menolak berkompromi. Kalau pun ia dibebaskan dia tidak akan tinggal bersama keluarganya dan memilih berjihad di Suriah.
"Aman bilang dia tidak akan berkompromi dengan ideologinya," ujarnya.
Lebih lanjut, Rohan merekomendasikan agar pemerintah Indonesia tidak meninggalkan Aman. Ia meminta pemerintah untuk merancang program rehabilitasi untuk meluruskan ideologi ekstrimisnya.
Sebelumnya, dalam sidang nota pembelaan atau pleidoi di PN Jakarta Selatan, Jumat (25/5), Aman mengaku kedatangan tamu bernama Prof Rohan pada Desember 2017 saat pertama kali menempati sel di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok. Aman menyebut Rohan bekerjasama dengan pemerintah Republik Indonesia untuk penelitian gerakan Islam.
Aman mengaku diajak Rohan untuk bekerja sama dengan pemerintah Indonesia dan mengimingi-imingi bebas dari jerat hukum jika mau berkompromi. Namun Aman menolaknya.
(osc/asa)