Jakarta, CNN Indonesia -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (
KPU) Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan larangan kepada mantan narapidana korupsi menjadi calon legislatif bisa dianggap sebagai sanksi politik tambahan. Menurutnya, hal itu patut diberikan kepada eks
koruptor lantaran pernah merugikan keuangan negara.
Diketahui, KPU bakal melarang mantan napi korupsi menjadi calon anggota legislatif pada Pemilu 2019 mendatang.
"Hal ini dapat dianggap sebagai bagian dari sanksi politik (tambahan) yang harus diterima oleh mereka yang pernah mencederai mandat politik rakyat, yang pernah merugikan keuangan negara, serta pernah mengakibatkan rakyat kehilangan hak atas kesejahteraan yang harusnya mereka rasakan," ucap Pramono saat dihubungi, Rabu (30/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pramono mengamini bahwa mantan napi korupsi telah diberi vonis hukuman oleh majelis hakim. Mantan napi korupsi pun sudah menjalani masa tahanan sesuai dengan vonis di pengadilan atas perbuatannya. Akan tetapi, mantan napi korupsi belum terhukum dari aspek moral.
Terlebih, merujuk dari data yang dimiliki Indonesia Corruption Watch (ICW), rata-rata vonis pidana yang dijatuhkan kepada koruptor hanya dua tahun dua bulan. Rendahnya vonis ini juga sejalan dengan rata-rata rendahnya tuntutan jaksa, yakni 3 tahun dua bulan kurungan. Di sisi lain, sanksi pembayaran ganti rugi keuangan negara juga sangat rendah, yakni hanya 4,91 persen dari total keuangan negara.
"Di situ rasa keadilan kita harusnya terusik. Makanya KPU melarang mantan napi korupsi untuk didaftarkan kembali menjadi caleg," kata Pramono.
Pramono kembali menegaskan bahwa rencana melarang eks koruptor menjadi caleg merupakan inisiatif KPU. Rencana itu ingin diterapkan demi memperkuat gerakan pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Jika sanksi pidana sudah demikian ringan lalu celah ini (sanksi politik) tidak dimaksimalkan, percayalah bahwa tidak ada lagi yang bisa memberi efek jera bagi para koruptor itu," katanya.
KPU berencana memasukkan larangan eks koruptor menjadi caleg dalam peraturan KPU (PKPU) yang akan menjadi pedoman pelaksanaan Pemilu 2019 mendatang. Komisi II DPR, Kemendagri, dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) sebetulnya menolak hal tersebut.
Ketiga lembaga itu beranggapan bahwa KPU tidak bisa melebihi kewenangan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 yang tidak melarang eks koruptor menjadi caleg. Namun, KPU bersikukuh memasukkan larangan itu dalam PKPU dan akan segera diundangkan ke Kemenkumham.
(osc/gil)